ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN LANJUT USIA
DENGAN BPH
Disusun Oleh :
1.
Aryo Dwi Nugroho (
J210090095 )
2.
Aji Galih ( J210090099 )
3.
Edi Sumarwan (
J210090109)
4.
Muhammad Nugrahadi (
J210090114)
5.
Dewi Diyah (
J210090122 )
6.
Glaudya Aurora (
J210090124 )
7.
Anita Putri (
J210090125 )
KEPERAWATAN S1
FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI
A.
Pengertian
Benigna
Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah
pembesaran jinak kelenjar
prostat, disebabkan oleh karena
hiperplasi beberapa atau
semua komponen prostat
meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler
yang menyebabkan penyumbatan
uretra pars prostatika
( Lab / UPF Ilmu Bedah
RSUD dr. Sutomo,
1994 : 193 ).
BPH adalah pembesaran
progresif dari kelenjar
prostat ( secara umum
pada pria lebih
tua dari 50
tahun ) menyebabkan
berbagai derajat obstruksi
uretral dan pembatasan
aliran urinarius ( Marilynn,
E.D, 2000 : 671 ).
B.
Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1). Dihydrotestosteron
Peningkatan 5
alfa reduktase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar
prostat mengalami hiperplasi .
2). Perubahan keseimbangan
hormon estrogen -
testoteron
Pada proses
penuaan pada pria
terjadi peningkatan hormon
estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan
hiperplasi stroma.
3). Interaksi stroma
- epitel
Peningkatan epidermal
gorwth factor atau
fibroblast growth factor
dan penurunan transforming
growth factor beta
menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel.
4). Berkurangnya sel
yang mati
Estrogen yang
meningkat menyebabkan peningkatan
lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar
prostat.
5). Teori sel
stem
Sel stem
yang meningkat mengakibatkan proliferasi
sel transit ( Roger
Kirby, 1994 : 38 ).
C.
Anatomi Dan
Fisiologi Prostat
Kelenjar
prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi / mengitari uretra
posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan
bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang
sering disebut sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa
kurang lebih sebesar buah kemiri atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4
- 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm. Beratnya sekitar 20
gram.
Prostat terdiri dari :
·
Jaringan Kelenjar ® 50
- 70 %
·
Jaringan Stroma
(penyangga) 30 - 50%
·
Kapsul/Musculer 30 – 50 %
Kelenjar
prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang berfungsi untuk
pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis
yang membawa sel-sel sperma. Pada
waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan bekerja memeras cairan prostat
keluar melalui uretra. Sel –
sel sperma yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah
cairan yang dihasilkan meliputi 10 – 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat
yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah keradangan (prostatitis).
Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun
ganas, tidak memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih
berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainan yang disebut belakangan
ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.
D.
Gejala Benigne Prostat Hyperplasia
Gejala klinis
yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma
Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1.
Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi
yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang
disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency
yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan
otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya
miksi.
c. Terminal
dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran
lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu
untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa
tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2.
Gejala Iritasi yaitu :
a.
Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit
ditahan.
b.
Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari
biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c.
Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
E. Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat
akan mengalami hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas
(bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran
urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi
terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli
berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang
terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi
otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel
buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan
pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS
(Basuki, 2000 : 76).
Pada fase-fase awal dari Prostat
Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya
pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase ini disebut
Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensasi
menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya
kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah
urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat
Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra
abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan
haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan
ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai
Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan
rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia
urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan
buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup
menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak
mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.Retensi urine
yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Sunaryo, H. 1999 :
11)
Derajat
Benigne Prostat Hyperplasia
Benigne Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan
klinisnya :
1.
Derajat
satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine
kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
2.
Derajat
dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat,
panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol,
batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40
gram.
3.
Derajat
tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine
lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4.
Derajat
empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal
seperti gagal ginjal, hydroneprosis.
A.
Pemariksaan Penunjang
§
Dilakukan
dengan pemeriksaan tekanan
darah, nadi dan
suhu. Nadi dapat
meningkat pada keadaan
kesakitan pada retensi
urin akut, dehidrasi
sampai syok pada
retensi urin serta
urosepsis sampai syok - septik.
§
Pemeriksaan
abdomen dilakukan dengan tehnik
bimanual untuk mengetahui
adanya hidronefrosis, dan
pyelonefrosis. Pada daerah
supra simfiser pada
keadaan retensi akan
menonjol. Saat palpasi
terasa adanya ballotemen
dan klien akan
terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan
untuk mengetahui ada
tidaknya residual urin.
§
Penis
dan uretra untuk
mendeteksi kemungkinan stenose
meatus, striktur uretra,
batu uretra, karsinoma
maupun fimosis.
§
Pemeriksaan
skrotum untuk menentukan
adanya epididimitis
§
Rectal touch
/ pemeriksaan colok dubur
bertujuan untuk menentukan
konsistensi sistim persarafan
unit vesiko uretra
dan besarnya prostat.
Dengan rectal toucher
dapat diketahui derajat
dari BPH, yaitu :
a). Derajat I
= beratnya ± 20 gram.
b). Derajat II
= beratnya antara
20 – 40 gram.
c). Derajat III =
beratnya > 40 gram.
Pemeriksaan Laboratorium
§
Pemeriksaan
darah lengkap, faal
ginjal, serum elektrolit
dan kadar gula
digunakan untuk memperoleh
data dasar keadaan
umum klien.
§
Pemeriksaan
urin lengkap dan
kultur.
§
PSA
(Prostatik Spesific Antigen)
penting diperiksa sebagai kewaspadaan
adanya keganasan.
§
Pemeriksaan
Uroflowmetri
Salah satu
gejala dari BPH
adalah melemahnya pancaran
urin. Secara obyektif
pancaran urin dapat
diperiksa dengan uroflowmeter
dengan penilaian :
a.
Flow
rate maksimal > 15 ml / dtk =
non obstruktif.
b.
Flow
rate maksimal 10 – 15 ml / dtk =
border line.
c.
Flow
rate maksimal < 10 ml /
dtk =
obstruktif.
Pemeriksaan Imaging dan
Rontgenologik
a).
BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat
adanya batu dan
metastase pada tulang.
b).
USG
(Ultrasonografi), digunakan
untuk memeriksa konsistensi,
volume dan besar
prostat juga keadaan
buli – buli termasuk residual
urin. Pemeriksaan dapat
dilakukan secara transrektal,
transuretral dan supra
pubik.
c).
IVP (Pyelografi Intravena)
Digunakan untuk
melihat fungsi exkresi
ginjal dan adanya
hidronefrosis.
d).
Pemeriksaan
Panendoskop
Untuk mengetahui
keadaan uretra dan
buli – buli.
B. Penatalaksanaan
Modalitas terapi
BPH adalah :
1). Observasi
Yaitu pengawasan
berkala pada klien
setiap 3 – 6 bulan
kemudian setiap tahun
tergantung keadaan klien
2). Medikamentosa
Terapi ini
diindikasikan pada BPH
dengan keluhan ringan,
sedang, dan berat
tanpa disertai penyulit. Obat yang
digunakan berasal dari:
phitoterapi (misalnya: Hipoxis
rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang
alfa blocker dan
golongan supresor androgen.
3). Pembedahan
Indikasi pembedahan
pada BPH adalah :
a). Klien yang
mengalami retensi urin akut atau
pernah retensi urin
akut.
b). Klien dengan
residual urin > 100 ml.
c). Klien dengan
penyulit.
d). Terapi medikamentosa
tidak berhasil.
e). Flowmetri menunjukkan
pola obstruktif.
Pembedahan dapat
dilakukan dengan :
a).
TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat ® 90 -
95 % )
b).
Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
c).
Perianal Prostatectomy
d).
Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
4). Alternatif lain
(misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia,
Termoterapi, Terapi Ultrasonik .
C.
Asuhan keperawatan
ü Pengkajian
Riwayat Keperawatan
·
Suspect BPH ® umur > 60 tahun
·
Pola urinari : frekuensi, nocturia, disuria.
·
Gejala obstruksi leher buli-buli : prostatisme
(Hesitansi, pancaran, melemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa ada
sisa) Jika frekuensi dan noctoria tak disertai gejala pembatasan aliran non
Obstruktive seperti infeksi.
·
BPH ® hematuri
ü Pemeriksaan
Fisik
·
Perhatian khusus pada abdomen ; Defisiensi
nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari
obstruksi yang lama.
·
Distensi kandung kemih
·
Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik ®
retensi urine
·
Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini
akan menimbulkan pasien ingin buang air kecil ® retensi urine
·
Perkusi : Redup ® residual urine
·
Pemeriksaan penis : uretra kemungkinan adanya
penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis.
·
Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur) ®
posisi knee chest
Syarat : buli-buli
kosong/dikosongkan
Tujuan : Menentukan
konsistensi prostat
Menentukan besar prostat
ü Diagnosa keperawatan
1.
Sebelum
operasi
a.
Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan
obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan
ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat.
1) Tujuan : tidak terjadi obstruksi
2) Kriteria
hasil :
3) Berkemih
dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih
Rencana tindakan dan rasional
1.
Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila
tiba-tiba dirasakan.
R/ Meminimalkan
retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih
2.
Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan
pancaran urina
R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan
intervensi
3.
Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih
R/
Retensi urine meningkatkan tekanan dalam
saluran perkemihan yang dapat
mempengaruhi fungsi ginjal
4.
Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi
jantung.
R /
Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan
ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri
5.
Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik)
R/
mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan
b.
Nyeri (
akut ) berhubungan dengan
iritasi mukosa buli –
buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
1).
Tujuan
Nyeri
hilang / terkontrol.
2).
Kriteria hasil
Klien melaporkan
nyeri hilang /
terkontrol, menunjukkan ketrampilan
relaksasi dan aktivitas
terapeutik sesuai indikasi
untuk situasi individu.
Tampak rileks, tidur /
istirahat dengan tepat.
3).
Rencana tindakan
dan rasional
a)
Kaji nyeri,
perhatikan lokasi, intensitas
( skala 0 - 10 ).
R / Nyeri
tajam, intermitten dengan
dorongan berkemih /
masase urin sekitar
kateter menunjukkan spasme
buli-buli, yang cenderung
lebih berat pada pendekatan
TURP ( biasanya menurun
dalam 48 jam ).
b)
Pertahankan patensi
kateter dan sistem
drainase. Pertahankan selang
bebas dari lekukan
dan bekuan.
R/ Mempertahankan
fungsi kateter dan
drainase sistem, menurunkan
resiko distensi /
spasme buli - buli.
c).
Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
R/
Diperlukan selama fase awal selama fase akut.
d) Berikan
tindakan kenyamanan ( sentuhan
terapeutik, pengubahan posisi,
pijatan punggung ) dan aktivitas
terapeutik.
R / Menurunkan tegangan
otot, memfokusksn kembali
perhatian dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.
e) Berikan
rendam duduk atau
lampu penghangat bila
diindikasikan.
R/ Meningkatkan
perfusi jaringan dan
perbaikan edema serta
meningkatkan penyembuhan ( pendekatan perineal ).
f) Kolaborasi dalam
pemberian antispasmodik
R / Menghilangkan spasme
c. Resiko
tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.
1). Tujuan
Keseimbangan
cairan tubuh tetap terpelihara.
2). Kriteria
hasil
Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda
-tanda vital stabil,
nadi perifer teraba,
pengisian perifer baik,
membran mukosa lembab
dan keluaran urin
tepat.
3). Rencana
tindakan dan rasional
a).
Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan
keluaran 100-200 ml/.
R/ Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan
volume total karena ketidakl cukupan
jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal.
b).
Pantau
masukan dan haluaran
cairan.
R/ Indikator
keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian.
c).
Awasi
tanda-tanda vital, perhatikan
peningkatan nadi dan pernapasan,
penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat,
R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik
d).
Tingkatkan tirah baring
dengan kepala lebih tinggi
R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan
hemeostatis sirkulasi.
g).
Kolaborasi
dalam memantau pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi,
contoh:
Hb /
Ht, jumlah sel
darah merah. Pemeriksaan koagulasi,
jumlah trombosi
R/ Berguna dalam
evaluasi kehilangan darah / kebutuhan
penggantian. Serta dapat
mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan
faktor pembekuan darah,
d.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan atau menghadapi prosedur bedah.
1).
Tujuan
Pasien tampak
rileks.
2).
Kriteria hasil
Menyatakan
pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat
tentang perasaan dan penurunan rasa takut.
3).
Rencana
tindakan dan rasional
a). Dampingi
klien dan bina hubungan saling percaya
R/ Menunjukka
perhatian dan keinginan untuk membantu
b). Memberikan
informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
R / Membantu pasien
dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.
c). Dorong
pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.
R/ Memberikan
kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah
e.
Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis
dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
1).
Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit
dan prognosisnya.
2).
Kriteria hasil
Melakukan
perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu, berpartisipasi dalam program
pengobatan.
3).
Rencana
tindakan dan rasional
a).
Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan
perhatian.
R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan.
b) Kaji ulang
proses penyakit,pengalaman pasien
R/
Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi
terapi.
II.
Sesudah operasi
1.
Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih
dan insisi sekunder pada TUR-P
Tujuan:
Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria
hasil :
-
Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
-
Ekspresi wajah klien tenang.
-
Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
-
Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
-
Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana
tindakan :
1.
Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung
kemih.
R/
Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.
2.
Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48
jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.
R/ Menentukan
terdapatnya spasmus sehingga obat –
obatan bisa diberikan
3.
Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan
berkurang dalam 24 sampai 48 jam.
R/
Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
4.
Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke
seputar kateter.
R/
Mengurang kemungkinan spasmus.
5.
Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang
lama sesudah tindakan TUR-P.
R / Mengurangi tekanan pada luka insisi
6.
Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas
dalam, visualisasi.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian
dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
7.
Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk
mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat
bekuan pada selang.
R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat
menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.
8.
Observasi tanda – tanda vital
R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
9.
Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan
(analgesik atau anti spasmodik )
R /
Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus
kandung kemih.
- Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
Tujuan:
Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi .
Kriteria
hasil:
-
Klien tidak mengalami infeksi.
-
Dapat mencapai waktu penyembuhan.
-
Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada
tanda – tanda shock.
Rencana tindakan:
1.
Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter
dengan steril.
R/
Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi
2.
Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 )
sehingga dapat menurunkan potensial infeksi.
R/ . Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK
dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal.
3.
Pertahankan posisi urobag dibawah.
R/
Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
4.
Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda
shock dan demam.
R/ Mencegah sebelum terjadi shock.
5.
Observasi urine: warna, jumlah, bau.
R/
Mengidentifikasi adanya infeksi.
6.
Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.
R/
Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.
3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan
tindakan pembedahan .
Tujuan:
Tidak terjadi perdarahan.
Kriteria
hasil:
-
Klien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan .
-
Tanda – tanda vital dalam batas normal .
-
Urine lancar lewat kateter .
Rencana
tindakan:
2.
Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan
setelah pembedahan dan tanda – tanda perdarahan .
R/
Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui
tanda – tanda perdarahan
3.
Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm
saluran kateter
R/ Gumpalan dapat
menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih
4.
Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat
untuk memudahkan defekasi .
R/
Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan
perdarahan .
5.
Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan
rektal atau huknah, untuk sekurang – kurangnya satu minggu .
R/ Dapat menimbulkan
perdarahan prostat .
5. Pantau traksi
kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas .
R/ Traksi
kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan
perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah pembedahan .
6. Observasi: Tanda
– tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine
R/
Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah
kerusakan jaringan yang permanen .
4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan
dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
Tujuan:
Fungsi seksual dapat dipertahankan
Kriteria
hasil:
-
Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .
-
Klien menyatakan pemahaman situasi individual .
-
Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah .
-
Klien mengerti tentang pengaruh TUR – P pada seksual.
Rencana
tindakan :
1 . Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan
tentang pengaruh TUR – P terhadap seksual .
R/ Untuk
mengetahui masalah klien .
2 . Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi
seperti semula dan kejadian ejakulasi
retrograd (air kemih seperti susu)
R/ Kurang
pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual
3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .
R/ Bisa terjadi perdarahan dan
ketidaknyamanan
4 . Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat
di rumah sakit dan kunjungan lanjutan .
R /
Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan
memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik.
5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan
kurang informasi
Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta
kebutuhan berobat lanjutan Kriteria
hasil:
-
Klien akan melakukan perubahan perilaku.
-
Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
-Klien akan mengatakan pemahaman pada
pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan .
Rencana
tindakan:
1.
Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama
3-4 minggu .
R/ Dapat menimbulkan perdarahan .
2.
Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB
selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas
tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
R/ Mengedan bisa menimbulkan
perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB
3.
Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
R/ Mengurangi potensial infeksi dan
gumpalan darah .
4.
Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
R/. Untuk menjamin tidak ada
komplikasi .
5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah
penuh .
R/ Untuk membantu proses penyembuhan .
6.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
Tujuan:
Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil:
-
Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang
cukup.
-
Klien mengungkapan sudah bisa tidur .
-
Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .
Rencana tindakan:
1.
Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan
tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
R/
meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan
.
2.
Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan
mengurangi kebisingan .
R/
Suasana tenang akan mendukung istirahat
3.
Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab
gangguan tidur.
R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan
4.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang
dapat mengurangi nyeri ( analgesik ).
R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan
cukup .
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E.,
Marry, F..M and Alice,
C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Long, B.C.,
1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu
Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Lab / UPF Ilmu
Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan
Terapi. Surabaya,
Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.
Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat
Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya
Soeparman.
(1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar