MAKALAH
KEPERAWATAN GERONTIK
DENGAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
YANG MENDERITA ” DIABETES MELLITUS”
NAMA KELOMPOK
1.
YAN SALVIANTO J210090103
2.
LUKY NURVITASARI J210090111
3.
SANDY ARDITAWATI J210090115
4.
EKO YULIANTORO J210090118
5.
WIWIK . S J210090123
6.
NANANG HARIAWAN J210090129
PROGRAM
STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua adalah
keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti halnya semua makhluk
hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan berakhir dengan
kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran kesehatannya
kadang-kadang sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat
penyakit. Dalam bidang endokrinologi hampir semua produksi dan pengeluaran
hormon dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat dipengaruhi oleh proses menjadi
tua.
Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi luas dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut.
Dalam makalah ini dibahas masalah penyakit diabetes pada usia lanjut beserta asuhan keperawatannya.
Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi luas dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut.
Dalam makalah ini dibahas masalah penyakit diabetes pada usia lanjut beserta asuhan keperawatannya.
BAB I
TINJAUAN TEORI
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Secara klinis terdapat 2 macam diabetes, DM tipe 1
yaitu Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM) dan DM tipe 2 yaitu Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
DM tipe 1 adalah kekurangan insulin pankreas akibat destruksi autoimun sel
B pankreas, berhubungan dengan HLA tertentu pada suatu kromosom 6 dan beberapa
autoimunitas serologik dan cell mediated,
DM yang berhubungan dengan malnutrisi dan berbagai penyebab lain yang
menyebabkan kerusakan primer sel beta sehingga membutuhkan insulin dari luar untuk
bertahan hidup. Infeksi virus pada atau dekat sebelum onset juga disebut-sebut
berhubungan dengan pathogenesis diabetes.
DM tipe 2 tidak
mempunyai hubungan dengan HLA, virus atau auto imunitas.Terjadi akibat
resistensi insulin pada jaringan perifer yang diikuti produksi insulin sel beta
pankreas yang cukup.DM tipe 2 sering memerlukan insulin tetapi tidak bergantung
kepada insulin seumur hidup.
DIABETES
MELITUS PADA LANJUT USIA
Prevalensi
DM pada lanjut usia cenderung meningkat, hal ini dikarenakan DM pada lanjut
usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam
pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Umumnya pasien
diabetes dewasa 90% termasuk diabetes tipe 2. Dari jumlah tersebut dikatakan
50% adalah pasien berumur > 60 tahun.
Untuk
menentukan diabetes usia lanjut baru timbul pada saat tua, pendekatan selalu
dimulai dari anamnesis, yaitu tidak adanya gejala klasik seperti poliuri,
polidipsi atau polifagi. Demikian pula gejala komplikasi seperti neuropati,
retinopati dan sebagainya, umumnya bias dengan perubahan fisik karena proses
menua, oleh karena itu memerlukan konfirasi pemeriksaan fisik, kalau perlu
pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik, pasien diabetes yang timbul pada
usia lanjut kebanyakan tidak ditemukan adanya kelainan-kelainan yang sehubungan
dengan diabetes seperti misalnya kaki diabetik, serta tumbuhnya jamur pada
tempat-tempat tertentu.
Kriteria
diagnosis DM dapat mengacu pada rekomendasi ADA (American Diabetes Association) yang tidak menunjukkan
adanya pertimbangan spesifik umur.Diagnosis
DM dibuat setelah dua kali pemeriksaan gula darah puasa > 126 mg/dl (dengan
sebelumnya puasa paling sedikit 8 jam).Pasien perlu dipastikan tidak dalam
kondisi infeksi aktif atau sakit akut dalam pemeriksaan ini.Atau gula darah
acak > 200 mg/dl dengan gejala-gejala diabetes.Pengukuran hemoglobin
terglikosilasi (HbA1c ) tidak direkomendasikan sebagai alat diagnostik, tetapi
dipakai secara luas untuk memantau efektifitas pengobatan.
B.
Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur,
intoleransi terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut
diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia
lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal.Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada lansia (Jeffrey) :
1. Umur yang berkaitan dengan penurunan fungsi sel pankreas dan sekresi insulin.
2. Umur yang berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskuler.
3. Obesitas, banyak makan.
4. Aktivitas fisik yang kurang
5. Penggunaan obat yang bermacam-macam.
6. Keturunan
7. Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal.Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada lansia (Jeffrey) :
1. Umur yang berkaitan dengan penurunan fungsi sel pankreas dan sekresi insulin.
2. Umur yang berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskuler.
3. Obesitas, banyak makan.
4. Aktivitas fisik yang kurang
5. Penggunaan obat yang bermacam-macam.
6. Keturunan
7. Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress
C. Patofisiologi DM pada lanjut usia
Patofisiologi
diabetes melitus pada usia lanjut belum dapat diterangkan seluruhnya, namun
didasarkan atas faktor-faktor yang muncul oleh perubahan proses menuanya
sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain perubahan komposisi tubuh, menurunnya
aktifitas fisik, perubahan life style, faktor perubahan neurohormonal khusunya
penurunan kadar DHES dan IGF-1 plasma, serta meningkatnya stres oksidatif. Pada
usia lanjut diduga terjadi age related
metabolic adaptation, oleh karena itu munculnya diabetes pada usia lanjut
kemungkinan karena aged related insulin
resistance atau aged related
insulin inefficiency sebagai hasil
dari preserved insulin action despite age.
Berbagai
faktor yang mengganggu homeostasis glukosa antara lain faktor genetik, lingkungan
dan nutrisi. Berdasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua,
yaitu faktor intrinsik yang terdiri atas faktor genetikdan biologik serta
faktor ekstrinsik seperti faktor gaya hidup, lingkungan, kultur dan sosial
ekonomi, maka timbulnya DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dapat
mempengaruhi baik sekresi insulin maupun aksi insulin pada jaringan sasaran.
Faktor
resiko diabetes melitus akibat proses menua:
·
Penurunan aktifitas fisik
·
Peningkatan lemak
·
Efek penuaan pada kerja insulin
·
Obat-obatan
·
Genetik
·
Penyakit lain yang ada
·
Efek penuaan pada sel
Menyebabkan
resistensi insulin dan penurunan sekresi insulin à gangguan toleransi glukosa dan
diabetes melitus tipe 2.
Perubahan progresif metabolisme
karbohidrat pada lanjut usia meliputi perubahan pelepasan insulin yang
dipengaruhi glukosa dan hambatan pelepasan glukosa yang diperantarai insulin.
Besarnya penurunan sekresi insulin lebih tampak pada respon pemberian glukosa
secara oral dibandingkan dengan pemberian intravena. Perubahan metabolisme
karbohidrat ini antara lain berupa hilangnya fase pertama pelepsan insulin.
Pada lanjut usia sering terjadi hiperglikemia (kadar glukosa darah >200
mg/dl) pada 2 jam setelah pembebanan glukosa dengan kadar gula darah puasa
normal (<126 mg/dl) yang disebut Isolated
Postchallenge Hyperglikemia (IPH)
D. Gambaran Klinis
Keluhan
umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM lansia umumnya
tidak ada.Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat
komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia
terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi
yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer)
dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
§ Katarak
§ Glaukoma
§ Retinopati
§ Gatal seluruh badan
§ Pruritus Vulvae
§ Infeksi bakteri kulit
§ Infeksi jamur di kulit
§ Dermatopati
§ Neuropati perifer
§ Neuropati viseral
§ Amiotropi
§ Ulkus Neurotropik
§ Penyakit ginjal
§ Penyakit pembuluh darah perifer
§ Penyakit koroner
§ Penyakit pembuluh darah otak
§ Hipertensi
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
§ Katarak
§ Glaukoma
§ Retinopati
§ Gatal seluruh badan
§ Pruritus Vulvae
§ Infeksi bakteri kulit
§ Infeksi jamur di kulit
§ Dermatopati
§ Neuropati perifer
§ Neuropati viseral
§ Amiotropi
§ Ulkus Neurotropik
§ Penyakit ginjal
§ Penyakit pembuluh darah perifer
§ Penyakit koroner
§ Penyakit pembuluh darah otak
§ Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda
disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai
gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.Perasaan haus pada pasien DM
lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap
dehidrasi.Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium
lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
E. Komplikasi
Berbagai komplikasi
akibat DM sering diklasifikasikan secara berbeda, antara lain penggolongan
antara komplikasi akut (ketoasidosis, koma hiperosmolar non ketotk) dan kronik
(retinopati diabetika, neuropati diabetika, nefropati diabetika dan penyakit
kardiovaskuler), klasifikasi berdasarkan komplikasi spesifik dari diabetesnya
(nephropati, retinopati dan neuropati) dan komplikasi makrovaskuler (penyakit
jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan penyakit perifer) yang mungkin
terjadi pada penderita non diabetik akan tetapi tampil lebih dini dan lebih
berat pada penderita diabetes.
F.
Pengelolaan
DM pada lanjut usia
Langkah I:
Menentukan tujuan pelaksanaan, yaitu:
Mempertahankan kesehatan badan dan kualitas hidup
1. Meniadakan hiperglikemi dan gejalanya
2. Mengkaji dan menerapi penyakit komorbid
seperti hipertensi, penyakit kardiovaskuler, Alhzeimer, dan lain-lain
3. Meniadakan efek samping obat terutama
hipoglikemi
4. Membuat berat badan menjadi ideal
5. Mencegah kalau mungkin dan menerapi
komplikasi
6. Mengenali disabilitas dan mengurangi
hendaya sosial yang terjadi
Langkah II:
Melakukan assesement untuk mengetahui kapasitas penderita
baik fisik, psikologis, fungsional, lingkungan, sosial dan ekonomi. Pemeriksaan
mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, psikologis, fungsional, pemeriksaan penunjang
sebaiknya dilakukan oleh suatu tim multidisiplin yang bekerja secara
interdisiplin dan terpadu.
Langkah III:
Melakukan terapi dan rehabilitasi pada penderita DM usia
lanjut. Target yang ingin dicapai tetap dama dengan usia dewasa muda yaitu HbA1c
<7%, dan ini sangat sulit pada lansia karena terdapat berbagai macam kendala
seperti:
-
Adanya
berbagai penurunan fungsi organ karena proses menua
-
Adanya
penyakit komorbid
-
Penuruan
kapasitas fungsional yang menyebabkan penurunan aktifitas fisik
-
Penurunan
fungsi kognitif penderita à meningkatnya resiko hipoglikemi
-
Adanya polifarmasi à meningkatkan
efek samping dan interaksi obat lain dengan obat-obat antihiperglikemik
Pilihan utama terapi diabetes
pada lansia adalah terapi tanpa ibat atau sering disebut sebagai perubahan gaya
hidup yang meliputi:
1.
Diet
Diberikan diet dengan jumlah kalori sesuai
BMI, dengan pembatasan sesuai penyakit komorbid atau faktor resiko
atherosklerosis lain yang ada. Komposisi normal biasanya 60-65% karbohidrat
komplek, 20% protein dan 15-20% lemak. Disamping itu juga diberikan suplemen
dan vitamin A, C, B komplek, E, Ca, selenium, zinc dan besi.
Untuk hasil yang baik pada terapi diet ini
perlu perhatian khusus pemberian makanan pada lansia dengan diabetes:
Akses terhadap makanan:
-
Disabilitas
fungsional
o
Keterampilan
menyapkan makanan yang kurang/jelek
o
Dukungan
formal maupun informal yang buruk untuk mendapatkan makanan
-
Sumber
daya keuangan yang terbatas
-
Asupan
makanan:
o
Apresiasi
terhadap bau dan rasa yang menurun
o
Gigi
yang buruk dan atau xerostomia
-
Kebiasaan
makan yang sudah berakar
-
Kesukaan
atas makanan masa lalu atau masakan tradisional
Fungsi kognitif yang menurun
2. Olahraga
Disesuaikan dengan kapasitas fungsionalnya. Bila masih
bisa berjalan disuruh berjalan, bila hanya bisa duduk olahraga dengan duduk.
Apabila tidak dapat, bisa dilakukan dengan gerakan atau latihan pasif di tempat
tidur. Prinsip terapi olahraga adalah dengan memperbaiki aktifitas fisik,
menurunkan kadar gula darah, mencegah terjadinya imobilitas yang mempercepat munculnya
kompliasi makrovaskuler diabetes.
Apabila dengan terapi tanpa obat di atas gula darah atau
HbA1c belum turun atau terkendali, sesuai dengan target makan diberikan terapi
dengan obat antihiperglikemik.
3. Obat
Terutama obat untuk menurunkan gula darah harus dipilih
yang bekerja pendek, mempertimbangkan kapasitas ginjal, hepar dan saluran cerna
agar tidak terjadi efek samping. Patut juga diperhatikan status sosial ekonomi
penderita dalam memilih obat mengingat obat ini biasanya dipakai dalam jangka
waktu lama bahkan dapat seumur hidup. Obat yang dipilih apakah obat anti
diabetik oral atau insulin disesuaikan dengan klisifikasi DMnya dan keadaan
klinisnya seperti penyakit komorbid atau BMI nya.
Untuk penderita
diabetes lansia gemuk, obat hiperglikemik oral yang dipilih adalah inhibitor
alfa Glukosidase (acarbose), biguanide atau thiazolidinedione, karena obat-obat
ini selain menurunkan kadar gula darah juga dapat menuurnkan berat badan,
tetapi bila terdapat ganguan fungsi hati atau ginjal baik biguanide atau
thiazolodinedione tidak boleh dipakai. Sebaliknya penderita yang kurus
sebaiknya dipilih terapi dengan insulin karena dapat menungkatkan berat badan.
Sulfoniuria dan non sulfoniuria insulin secretagoue (repaglinide/nateglinide)
lebih tepat dipilih untuk penderita dengan berat badan normal.
Indikasi penggunaan
insulin pada penderita diabetes antara lain: DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak
bisa dikontol dengan obat oral, DM tipe 2 dengan penyakit akut berulang dan berhubungan
dengan hiperglikemi, DM tipe 2 dengan penyakit komorbid yang merupakan
kontraindikasi OHO, DM tipe 2 dengan operasi yang lama (pre/pascaoperatif), DM
tipe 2 dengan malnutrisi/kurus dan malaise berat, koma diabetik (ketoasidosis
diabetik, hiperosmolar nonketotik dan asidosis laktat) dan perempuan hamil.
Penatalaksanaan DM pada lanjut usia
tidak akan berhasil bila tidak melakukan langkah beriuktnya setelah diet,
olahraga dan obat, yaitu melakukan edukasi, evaluasi dan rehabilitasi pada
penderita.
A.
Edukasi: memberikan penjelasan mengania DM dan
komplikasi yang akan terjadi sampai kepada apa yang mesti dilakukan dan apa
yang tidak boleh dilakukan oleh penderita dan keluarganya. Pada edukasi perlu
dibuat komitmen antara dokter, penderita dan keluarganya mengenai tujuan akhir
terapi yang diberikan, bukan hanya sekedar mengontrol gula darah tetapi juga
mencegah komplikasi dengan mengeliminir semua faktor resiko atherosclerosis
yang dimiliki oleh penderita dan sekaligus menerapi komorbid yang ada.
B.
Evaluasi: evaluasi harus dilakukan secara
berkesinambungan terutama untuk: evaluasi status fungsional penderita, harapan
hidup, support social dan financial serta hasrat/ kemauan lansia itu sendiri
untuk berobat. Bila tidak memperhatikan hal-hal tersebut biasanya akan terjadi
kegagalan terapi atau kebosanan penderita diabetes untuk terus berobat.
C.
Rehabilitasi: sangat penting dilakukan dengan program
individual untuk tiap penderita, tergantung kepada kapasitas fungsional
penderita, komplikasi DM dan penyakit komorbid yang diderita. Pada prinsipnya
rehabilitasi harus dilakukan secepatnya tidak perlu menunggu kondisi pasien
stabil, tetapi harus sesuai dengan keadaan penderita saat itu.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
Riwayat Kesehatan
Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
2.
Riwayat Kesehatan
Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
3.
Aktivitas/ Istirahat
:
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
4.
Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
5.
Integritas Ego
Stress, ansietas
Stress, ansietas
6.
Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
7.
Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
8.
Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
9.
Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
10.
Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
11.
Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
B. Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Gangguan integritas kulit
3. Resiko terjadi injury
C. Intervensi
1.
Resiko tinggi
gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan
oral, anoreksia, mual, nyeri abdomen.
Intervensi :
Intervensi :
·
Timbang berat badan
setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
·
Tentukan program
diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan
pasien.
·
Auskultasi bising
usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang
belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
·
Berikan makanan cair
yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien
sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
·
Libatkan keluarga
pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
·
Observasi
tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
·
Kolaborasi melakukan
pemeriksaan gula darah.
·
Kolaborasi pemberian
pengobatan insulin.
·
Kolaborasi dengan ahli
diet.
2.
Gangguan integritas
kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
·
Kaji luka, adanya
epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
·
Kaji tanda vital
·
Kaji adanya nyeri
·
Lakukan perawatan
luka
·
Kolaborasi pemberian
insulin dan medikasi.
·
Kolaborasi pemberian
antibiotik sesuai indikasi.
3.
Resiko terjadi
injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
·
Hindarkan lantai
yang licin.
·
Gunakan bed yang
rendah.
·
Orientasikan klien
dengan ruangan.
·
Bantu klien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari
DAFTAR PUSTAKA
1.
Martono
H, Pranaka K, Rahayu RA, Joni B, Huda IS, Murti Y. Diabetes melitus pada lanjut
usia. Dalam : Darmono, Suhartono T, dkk (editor). Naskah lengkap diabetes
melitus. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007 : 301-16
2. Gustaviani R. Diagnosis dan klasifikasi diabetes
melitus. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, dkk (editor). Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi IV. Jilid III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006: 1879-1885
3.
Rochmah
W. Diabetes melitus pada usia lanjut. Dalam : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, dkk (editor). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jilid III.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006: 1937-9
4. Darmono.
Seri kuliah endokrinologi-metabolik. Semarang: Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam
FK UNDIP, 1991. Foster DW.
5. Sidartawan,
Pradana, Imam Subekti, dkk. Petunjuk praktis pengelolaan diabetes mellitus tipe
2. Jakarta : PB Perkeni, 2002.
- Soegondo S, Rudianto A, Manaf A, Imam Subekti, dkk. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di indonesia. Jakarta : PB Perkeni, 2006.
7. Sofro
MAU. Infeksi yang biasa menyerang pada DM. Dalam :Darmono, Suhartono T, dkk (editor). Naskah lengkap
diabetes melitus. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007 : 178
8. Wibisono BH. Komplikasi paru pada DM. Dalam
:Darmono, Suhartono T, dkk
(editor). Naskah lengkap diabetes melitus. Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 2007 : 97
- Mubin H. Paduan praktis ilmu penyakit dalam diagnosis dan terapi. Jakarta : EGC, 2001 : 201
- Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s manual of medicine 16th ed. McGraw-hill international edition. Boston. 2002: 679
Tidak ada komentar:
Posting Komentar