Sabtu, 30 Juni 2012

DM


MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK
DENGAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
YANG MENDERITA ” DIABETES MELLITUS”


NAMA KELOMPOK
1.      YAN SALVIANTO                        J210090103
2.      LUKY NURVITASARI                  J210090111
3.      SANDY ARDITAWATI                 J210090115
4.      EKO YULIANTORO                     J210090118
5.      WIWIK . S                                     J210090123
6.      NANANG HARIAWAN                J210090129



PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011








PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti halnya semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan berakhir dengan kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran kesehatannya kadang-kadang sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat penyakit. Dalam bidang endokrinologi hampir semua produksi dan pengeluaran hormon dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat dipengaruhi oleh proses menjadi tua.
Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi luas dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut.
Dalam makalah ini dibahas masalah penyakit diabetes pada usia lanjut beserta asuhan keperawatannya.









BAB I
TINJAUAN TEORI

A.   Pengertian
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Secara klinis terdapat 2 macam diabetes, DM tipe 1 yaitu Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan DM tipe 2 yaitu Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
DM tipe 1 adalah kekurangan insulin pankreas akibat destruksi autoimun sel B pankreas, berhubungan dengan HLA tertentu pada suatu kromosom 6 dan beberapa autoimunitas serologik dan cell mediated, DM yang berhubungan dengan malnutrisi dan berbagai penyebab lain yang menyebabkan kerusakan primer sel beta sehingga membutuhkan insulin dari luar untuk bertahan hidup. Infeksi virus pada atau dekat sebelum onset juga disebut-sebut berhubungan dengan pathogenesis diabetes.
DM tipe 2 tidak mempunyai hubungan dengan HLA, virus atau auto imunitas.Terjadi akibat resistensi insulin pada jaringan perifer yang diikuti produksi insulin sel beta pankreas yang cukup.DM tipe 2 sering memerlukan insulin tetapi tidak bergantung kepada insulin seumur hidup.
DIABETES MELITUS PADA LANJUT USIA
        Prevalensi DM pada lanjut usia cenderung meningkat, hal ini dikarenakan DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Umumnya pasien diabetes dewasa 90% termasuk diabetes tipe 2. Dari jumlah tersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun.
        Untuk menentukan diabetes usia lanjut baru timbul pada saat tua, pendekatan selalu dimulai dari anamnesis, yaitu tidak adanya gejala klasik seperti poliuri, polidipsi atau polifagi. Demikian pula gejala komplikasi seperti neuropati, retinopati dan sebagainya, umumnya bias dengan perubahan fisik karena proses menua, oleh karena itu memerlukan konfirasi pemeriksaan fisik, kalau perlu pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik, pasien diabetes yang timbul pada usia lanjut kebanyakan tidak ditemukan adanya kelainan-kelainan yang sehubungan dengan diabetes seperti misalnya kaki diabetik, serta tumbuhnya jamur pada tempat-tempat tertentu.
        Kriteria diagnosis DM dapat mengacu pada rekomendasi ADA (American Diabetes Association) yang tidak menunjukkan adanya pertimbangan spesifik umur.Diagnosis DM dibuat setelah dua kali pemeriksaan gula darah puasa > 126 mg/dl (dengan sebelumnya puasa paling sedikit 8 jam).Pasien perlu dipastikan tidak dalam kondisi infeksi aktif atau sakit akut dalam pemeriksaan ini.Atau gula darah acak > 200 mg/dl dengan gejala-gejala diabetes.Pengukuran hemoglobin terglikosilasi (HbA1c ) tidak direkomendasikan sebagai alat diagnostik, tetapi dipakai secara luas untuk memantau efektifitas pengobatan.
B.   Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal.Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada lansia (Jeffrey) :
1. Umur yang berkaitan dengan penurunan fungsi sel pankreas dan sekresi insulin.
2. Umur yang berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskuler.
3. Obesitas, banyak makan.
4. Aktivitas fisik yang kurang
5. Penggunaan obat yang bermacam-macam.
6. Keturunan
7. Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress

C.   Patofisiologi DM pada lanjut usia
        Patofisiologi diabetes melitus pada usia lanjut belum dapat diterangkan seluruhnya, namun didasarkan atas faktor-faktor yang muncul oleh perubahan proses menuanya sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain perubahan komposisi tubuh, menurunnya aktifitas fisik, perubahan life style, faktor perubahan neurohormonal khusunya penurunan kadar DHES dan IGF-1 plasma, serta meningkatnya stres oksidatif. Pada usia lanjut diduga terjadi age related metabolic adaptation, oleh karena itu munculnya diabetes pada usia lanjut kemungkinan karena aged related insulin resistance atau aged related insulin  inefficiency sebagai hasil dari preserved insulin action despite age.
Berbagai faktor yang mengganggu homeostasis glukosa antara lain faktor genetik, lingkungan dan nutrisi. Berdasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua, yaitu faktor intrinsik yang terdiri atas faktor genetikdan biologik serta faktor ekstrinsik seperti faktor gaya hidup, lingkungan, kultur dan sosial ekonomi, maka timbulnya DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dapat mempengaruhi baik sekresi insulin maupun aksi insulin pada jaringan sasaran.
Faktor resiko diabetes melitus akibat proses menua:
·        Penurunan aktifitas fisik
·        Peningkatan lemak
·        Efek penuaan pada kerja insulin
·        Obat-obatan
·        Genetik
·        Penyakit lain yang ada
·        Efek penuaan pada sel
Menyebabkan resistensi insulin dan penurunan sekresi insulin à gangguan toleransi glukosa dan diabetes melitus tipe 2.
Perubahan progresif metabolisme karbohidrat pada lanjut usia meliputi perubahan pelepasan insulin yang dipengaruhi glukosa dan hambatan pelepasan glukosa yang diperantarai insulin. Besarnya penurunan sekresi insulin lebih tampak pada respon pemberian glukosa secara oral dibandingkan dengan pemberian intravena. Perubahan metabolisme karbohidrat ini antara lain berupa hilangnya fase pertama pelepsan insulin. Pada lanjut usia sering terjadi hiperglikemia (kadar glukosa darah >200 mg/dl) pada 2 jam setelah pembebanan glukosa dengan kadar gula darah puasa normal (<126 mg/dl) yang disebut Isolated Postchallenge Hyperglikemia (IPH)
D.   Gambaran Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM lansia umumnya tidak ada.Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
§ Katarak
§ Glaukoma
§ Retinopati
§ Gatal seluruh badan
§ Pruritus Vulvae
§ Infeksi bakteri kulit
§ Infeksi jamur di kulit
§ Dermatopati
§ Neuropati perifer
§ Neuropati viseral
§ Amiotropi
§ Ulkus Neurotropik
§ Penyakit ginjal
§ Penyakit pembuluh darah perifer
§ Penyakit koroner
§ Penyakit pembuluh darah otak
§ Hipertensi

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
E.   Komplikasi
Berbagai komplikasi akibat DM sering diklasifikasikan secara berbeda, antara lain penggolongan antara komplikasi akut (ketoasidosis, koma hiperosmolar non ketotk) dan kronik (retinopati diabetika, neuropati diabetika, nefropati diabetika dan penyakit kardiovaskuler), klasifikasi berdasarkan komplikasi spesifik dari diabetesnya (nephropati, retinopati dan neuropati) dan komplikasi makrovaskuler (penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan penyakit perifer) yang mungkin terjadi pada penderita non diabetik akan tetapi tampil lebih dini dan lebih berat pada penderita diabetes.
F.    Pengelolaan DM pada lanjut usia
Langkah I:
Menentukan tujuan pelaksanaan, yaitu:
Mempertahankan kesehatan badan dan kualitas hidup
1.      Meniadakan hiperglikemi dan gejalanya
2.      Mengkaji dan menerapi penyakit komorbid seperti hipertensi, penyakit kardiovaskuler, Alhzeimer, dan lain-lain
3.      Meniadakan efek samping obat terutama hipoglikemi
4.      Membuat berat badan menjadi ideal
5.      Mencegah kalau mungkin dan menerapi komplikasi
6.      Mengenali disabilitas dan mengurangi hendaya sosial yang terjadi

Langkah II:
Melakukan assesement untuk mengetahui kapasitas penderita baik fisik, psikologis, fungsional, lingkungan, sosial dan ekonomi. Pemeriksaan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, psikologis, fungsional, pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan oleh suatu tim multidisiplin yang bekerja secara interdisiplin dan terpadu.
Langkah III:
Melakukan terapi dan rehabilitasi pada penderita DM usia lanjut. Target yang ingin dicapai tetap dama dengan usia dewasa muda yaitu HbA1c <7%, dan ini sangat sulit pada lansia karena terdapat berbagai macam kendala seperti:
-         Adanya berbagai penurunan fungsi organ karena proses menua
-         Adanya penyakit komorbid
-         Penuruan kapasitas fungsional yang menyebabkan penurunan aktifitas fisik
-         Penurunan fungsi kognitif penderita à meningkatnya resiko hipoglikemi
-         Adanya polifarmasi à meningkatkan efek samping dan interaksi obat lain dengan obat-obat antihiperglikemik
Pilihan utama terapi diabetes pada lansia adalah terapi tanpa ibat atau sering disebut sebagai perubahan gaya hidup yang meliputi:
1.      Diet
Diberikan diet dengan jumlah kalori sesuai BMI, dengan pembatasan sesuai penyakit komorbid atau faktor resiko atherosklerosis lain yang ada. Komposisi normal biasanya 60-65% karbohidrat komplek, 20% protein dan 15-20% lemak. Disamping itu juga diberikan suplemen dan vitamin A, C, B komplek, E, Ca, selenium, zinc dan besi.
Untuk hasil yang baik pada terapi diet ini perlu perhatian khusus pemberian makanan pada lansia dengan diabetes:
Akses terhadap makanan:
-         Disabilitas fungsional
o   Keterampilan menyapkan makanan yang kurang/jelek
o   Dukungan formal maupun informal yang buruk untuk mendapatkan makanan
-         Sumber daya keuangan yang terbatas
-         Asupan makanan:
o   Apresiasi terhadap bau dan rasa yang menurun
o   Gigi yang buruk dan atau xerostomia
-         Kebiasaan makan yang sudah berakar
-         Kesukaan atas makanan masa lalu atau masakan tradisional
Fungsi kognitif yang menurun

2.      Olahraga
Disesuaikan dengan kapasitas fungsionalnya. Bila masih bisa berjalan disuruh berjalan, bila hanya bisa duduk olahraga dengan duduk. Apabila tidak dapat, bisa dilakukan dengan gerakan atau latihan pasif di tempat tidur. Prinsip terapi olahraga adalah dengan memperbaiki aktifitas fisik, menurunkan kadar gula darah, mencegah terjadinya imobilitas yang mempercepat munculnya kompliasi makrovaskuler diabetes.
Apabila dengan terapi tanpa obat di atas gula darah atau HbA1c belum turun atau terkendali, sesuai dengan target makan diberikan terapi dengan obat antihiperglikemik.
3.      Obat
Terutama obat untuk menurunkan gula darah harus dipilih yang bekerja pendek, mempertimbangkan kapasitas ginjal, hepar dan saluran cerna agar tidak terjadi efek samping. Patut juga diperhatikan status sosial ekonomi penderita dalam memilih obat mengingat obat ini biasanya dipakai dalam jangka waktu lama bahkan dapat seumur hidup. Obat yang dipilih apakah obat anti diabetik oral atau insulin disesuaikan dengan klisifikasi DMnya dan keadaan klinisnya seperti penyakit komorbid atau BMI nya.
Untuk penderita diabetes lansia gemuk, obat hiperglikemik oral yang dipilih adalah inhibitor alfa Glukosidase (acarbose), biguanide atau thiazolidinedione, karena obat-obat ini selain menurunkan kadar gula darah juga dapat menuurnkan berat badan, tetapi bila terdapat ganguan fungsi hati atau ginjal baik biguanide atau thiazolodinedione tidak boleh dipakai. Sebaliknya penderita yang kurus sebaiknya dipilih terapi dengan insulin karena dapat menungkatkan berat badan. Sulfoniuria dan non sulfoniuria insulin secretagoue (repaglinide/nateglinide) lebih tepat dipilih untuk penderita dengan berat badan normal.
Indikasi penggunaan insulin pada penderita diabetes antara lain: DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak bisa dikontol dengan obat oral, DM tipe 2 dengan penyakit akut berulang dan berhubungan dengan hiperglikemi, DM tipe 2 dengan penyakit komorbid yang merupakan kontraindikasi OHO, DM tipe 2 dengan operasi yang lama (pre/pascaoperatif), DM tipe 2 dengan malnutrisi/kurus dan malaise berat, koma diabetik (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar nonketotik dan asidosis laktat) dan perempuan hamil.
        Penatalaksanaan DM pada lanjut usia tidak akan berhasil bila tidak melakukan langkah beriuktnya setelah diet, olahraga dan obat, yaitu melakukan edukasi, evaluasi dan rehabilitasi pada penderita.
A.     Edukasi: memberikan penjelasan mengania DM dan komplikasi yang akan terjadi sampai kepada apa yang mesti dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh penderita dan keluarganya. Pada edukasi perlu dibuat komitmen antara dokter, penderita dan keluarganya mengenai tujuan akhir terapi yang diberikan, bukan hanya sekedar mengontrol gula darah tetapi juga mencegah komplikasi dengan mengeliminir semua faktor resiko atherosclerosis yang dimiliki oleh penderita dan sekaligus menerapi komorbid yang ada.

B.     Evaluasi: evaluasi harus dilakukan secara berkesinambungan terutama untuk: evaluasi status fungsional penderita, harapan hidup, support social dan financial serta hasrat/ kemauan lansia itu sendiri untuk berobat. Bila tidak memperhatikan hal-hal tersebut biasanya akan terjadi kegagalan terapi atau kebosanan penderita diabetes untuk terus berobat.
C.     Rehabilitasi: sangat penting dilakukan dengan program individual untuk tiap penderita, tergantung kepada kapasitas fungsional penderita, komplikasi DM dan penyakit komorbid yang diderita. Pada prinsipnya rehabilitasi harus dilakukan secepatnya tidak perlu menunggu kondisi pasien stabil, tetapi harus sesuai dengan keadaan penderita saat itu.














BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A.   Pengkajian

1.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?

2.      Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.

3.      Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

4.      Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah

5.      Integritas Ego
Stress, ansietas

6.      Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare

7.      Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.

8.      Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.

9.      Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

10.  Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)

11.  Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

B.   Masalah Keperawatan

1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Gangguan integritas kulit
3. Resiko terjadi injury

C.   Intervensi

1.      Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, nyeri abdomen.
Intervensi :
·        Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
·        Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
·        Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
·        Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
·        Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
·        Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
·        Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
·        Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
·        Kolaborasi dengan ahli diet.

2.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
·        Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
·        Kaji tanda vital
·        Kaji adanya nyeri
·        Lakukan perawatan luka
·        Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
·        Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

3.      Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
·        Hindarkan lantai yang licin.
·        Gunakan bed yang rendah.
·        Orientasikan klien dengan ruangan.
·        Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari




DAFTAR PUSTAKA

1.      Martono H, Pranaka K, Rahayu RA, Joni B, Huda IS, Murti Y. Diabetes melitus pada lanjut usia. Dalam : Darmono, Suhartono T, dkk (editor). Naskah lengkap diabetes melitus. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007 : 301-16
2.      Gustaviani  R. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, dkk (editor). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jilid III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006: 1879-1885
3.      Rochmah W. Diabetes melitus pada usia lanjut. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, dkk (editor). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jilid III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006: 1937-9
4.      Darmono. Seri kuliah endokrinologi-metabolik. Semarang: Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam FK UNDIP, 1991. Foster DW.
5.      Sidartawan, Pradana, Imam Subekti, dkk. Petunjuk praktis pengelolaan diabetes mellitus tipe 2. Jakarta : PB Perkeni, 2002.
  1.         Soegondo S, Rudianto A, Manaf A, Imam Subekti, dkk. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di indonesia. Jakarta : PB Perkeni, 2006.
7.      Sofro MAU. Infeksi yang biasa menyerang pada DM. Dalam :Darmono, Suhartono T, dkk (editor). Naskah lengkap diabetes melitus. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007 : 178
8.      Wibisono BH. Komplikasi paru pada DM. Dalam :Darmono, Suhartono T, dkk (editor). Naskah lengkap diabetes melitus. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007 : 97
  1.          Mubin H. Paduan praktis ilmu penyakit dalam diagnosis dan terapi. Jakarta : EGC, 2001 : 201
  2.       Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s manual of medicine 16th ed. McGraw-hill international edition. Boston. 2002: 679


Tidak ada komentar:

Posting Komentar