ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN LANJUT USIA
DENGAN
DEMENSIA
Disusun
Oleh :
1. Dian
Hadi ( J210090093 )
2. Febri
Prihatnanto ( J210090096 )
3. Adhika
K. Nugraha ( J210090106)
4. Jerry
Agustian ( J210090121 )
5. Triyani ( J210090126 )
6. Nur
Isma ( J210090127 )
7. Ervina
Tri Untari ( J210090130 )
KEPERAWATAN
S1
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
KONSEP
DASAR
A.
PENGERTIAN
Demensia dapat diartikan sebagai
gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari.
Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada
tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun
tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa,
melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi
tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah satu penyakit yang
melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal. Hanya satu terminologi yang
digunakan untuk menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya
ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia.
Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latarbelakang
pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang rawatan untuk
demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi.
Demensia adalah penurunan kemampuan
mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan
ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa
terjadi kemunduran kepribadian.
Pada usia muda, demensia bisa
terjadi secara mendadak jika cedera hebat, penyakit atau zat-zat racun
(misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya sel-sel otak. Tetapi demensia
biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia diatas 60 tahun. Demensia
bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Sejalan dengan
bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa menyebabkan hilangnya
beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan penurunan beberapa
kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi fungsi.
Lupa pada usia lanjut bukan
merupakan pertanda dari demensia maupun penyakit Alzheimer stadium awal.
Demensia merupakan penurunan kemampuan mental yang lebih serius, yang makin
lama makin parah. Pada penuaan normal, seseorang bisa lupa akan hal-hal yang
detil; tetapi penderita demensia bisa lupa akan keseluruhan peristiwa yang baru
saja terjadi.
B. EPIDEMIOLOGI
Laporan Departemen Kesehatan tahun
1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut
kurang lebih 15 juta). peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding
lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5 % usia
lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5
tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus
demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau
sekitar 3 – 4 juta orang.
Demensia terbagi menjadi dua yakni
Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus
demensia terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia
vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia
lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia
akibat penyakit Alzheimer
.
C. KLASIFIKASI
1.
Menurut Umur :
a.
Demensia senilis (>65th)
b. Demensia
prasenilis (<65th)
2. Menurut
perjalanan penyakit :
a.
Reversibel
b. Ireversibel
(Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B Defisiensi,
Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
3. Menurut
kerusakan struktur otak :
a. Tipe
Alzheimer
b. Tipe
non-Alzheimer
c. Demensia
vaskular
d. Demensia
Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
e. Demensia
Lobus frontal-temporal
f.
Demensia terkait dengan
SIDA(HIV-AIDS)
g. Morbus
Parkinson
h. Morbus
Huntington
i.
Morbus Pick
j.
Morbus
Jakob-Creutzfeldt
k. Sindrom
Gerstmann-Sträussler-Scheinker
l.
Prion disease
m. Palsi
Supranuklear progresif
n. Multiple
sklerosis
o. Neurosifilis
4. Menurut sifat klinis:
a. Demensia proprius
b.
Pseudo-demensia
D. ETIOLOGI
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa
penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh
puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat
disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam
risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit
Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia
frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen
penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana
sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di
transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer
mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan
proses berpikir.
Kemungkinan penyebab demensia
1. Demensia
Degeneratif
a. Penyakit
Alzheimer
b. Demensia
frontotemporal (misalnya; Penyakit Pick)
c. Penyakit Parkinson
d. Demensia
Jisim Lewy
e. Ferokalsinosis serebral idiopatik (penyakit
Fahr)
f.
Kelumphan supranuklear yang progresif
2. Lain-lain
a. Penyakit
Huntington
b. Penyakit
Wilson
c. Leukodistrofi
metakromatik
3. Trauma
a . Dementia pugilistica,posttraumatic dementia
b. Subdural
hematoma
4. Infeksi
a . Penyakit
Prion (misalnya penyakit
Creutzfeldt-Jakob, bovine
spongiform encephalitis,(Sindrom Gerstmann Straussler)
b. Acquired
immune deficiency syndrome (AIDS)
c. Sifilis
5. Kelainan
jantung, vaskuler dan
a. Neuroakantosistosis
6. Kelainan
Psikiatrik
a. Pseudodemensia pada depresi
b. Penurunan
fungsi kognitif pada skizofrenia
lanjut
7 . Fisiologis
a. Hidrosefalus tekanan normal
8. Kelainan
Metabolik
a. Defisiensi
vitamin (misalnya vitamin
B12, folat)
b. Endokrinopati
(e.g.,hipotiroidisme)
c. Gangguan
metabolisme kronik (contoh :
uremia)
9. Tumor
a. Tumor
primer maupun metastase (misalnya
meningioma atau tumor metastasis
dari tumor payudara atau tumor
paru)
10. anoksia
a. Infark
serebri (infark tunggak mauapun
mulitpel atau infark lakunar)
b. Penyakit
Binswanger (subcortical arteriosclerotic encephalopathy)
c. Insufisiensi
hemodinamik (hipoperfusi atau hipoksia)
11. Penyakit
demielinisasi
a. Sklerosis multipel
12. Obat-obatan
dan toksin
a. Alkohol
b. Logam berat
c. Radiasi
d. Pseudodemensia
akibat
e. pengobatan
(misalnya penggunaan antikolinergik)
f.
Karbon monoksida.
Demensia Tipe Alzheimer
Alois
Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya diberi nama
dengan
namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun
dengan
perjalanan demensia progresif selama 4,5 tahun. Diagnosis akhir Alzheimer
didasarkan
pada
pemeriksaan neuropatologi otak; meskipun demikian, demensia Alzheimer biasanya
didiagnosis
dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lain telah disingkirkan dari
pertimbangan
diagnostik.2,5
Gambar.2.2 Penyakit
Alzheimer. Tampak secara jelas plak senilis disebelah kiri. Beberapa
serabut
neuron tampak kusut disebelah kanan. Menjadi catatan tentang adanya
kekacauan
hantaran listrik pada sistem kortikal.2
Gambar.2.3 Sel otak
pada Penyakit Alzheimer dibandingkan dengan sel otak normal.7
Faktor
Genetik
Walaupun
penyebab demensia tipe Alzheimer masih belum diketahui, telah terjadi kemajuan
dalam molekular dari deposit amiloid yang merupakan tanda utama neuropatologi gangguan.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa 40 % dari pasien demensia mempunyai riwayat keluarga
menderita demensia tipe Alzheimer, jadi setidaknya pada beberapa kasus, faktor
genetik dianggap berperan dalam perkembangan demensia tipe Alzheimer tersebut.
Dukungan tambahan tentang peranan genetik adalah bahwa terdapat angka
persesuaian untuk kembar monozigotik, dimana angka kejadian demensia tipe
Alzheimer lebih tinggi daripada angka kejadian pada kembar dizigotik. Dalam
beberapa kasus yang telah tercatat dengan baik, gangguan ditransmisikan dalam
keluarga melalui satu gen autosomal dominan, walau transmisi tersebut jarang
terjadi.
Protein
prekursor amiloid
Gen untuk
protein prekusor amiloid terletak pada lengan panjang kromosom 21. Melalui
proses
penyambungan diferensial, dihasilkan empat bentuk protein prekusor amiloid.
Protein beta/ A4, yang merupakan konstituen utama dari plak senilis, adalah
suatu peptida dengan 42-asam amino yang merupakan hasil pemecahan dari protein
prekusor amiloid. Pada kasus sindrom Down (trisomi kromosom 21) ditemukan tiga
cetakan gen protein prekusor amiloid, dan pada kelainan dengan mutasi yang
terjadi pada kodon 717 dalam gen protein prekusor amiloid, suatu proses patologis
yang menghasilkan deposit protein beta/A4 yang berlebihan. Bagaimana proses
yang terjadi pada protein prekusor amiloid dalam perannya sebagai penyebab
utama penyakit Alzheimer masih belum diketahui, akan tetapi banyak kelompok
studi yang meneliti baik proses metabolisme yang normal dari protein prekusor
amiloid maupun proses metabolisme yang terjadi pada pasien dengan demensia tipe
Alzheimer untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Gen E4
multipel
Sebuah
penelitian menunjukkan peran gen E4 dalam perjalanan penyakit Alzheimer. Individu
yang memiliki satu kopi gen tersebut memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar
daripada individu yang tidak memiliki gen E4 tersebut, dan individu yang
memiliki dua kopi gen E4 memiliki kemungkinan delapan kali lebih besar daripada
yang tidak memiliki gen tersebut.
Pemeriksaan
diagnostik terhadap gen ini tidal direkomendasikan untuk saat ini, karena gen
tersebut
ditemukan juga pada individu tanpa demensia dan juga belum tentu ditemukan pada
seluruh
penderita demensia.
Neuropatologi
Penelitian
neuroanatomi otak klasik pada pasien dengan penyakit Alzheimer menunjukkan
adanya atrofi dengan pendataran sulkus kortikalis dan pelebaran ventrikel
serebri. Gambaran mikroskopis klasik dan patognomonik dari demensia tipe
Alzheimer adalah plak senilis, kekusutan serabut neuron, neuronal loss (biasanya
ditemukan pada korteks dan hipokampus), dan degenerasi granulovaskuler pada sel
saraf. Kekusutan serabut neuron (neurofibrillary tangles) terdiri dari
elemen sitoskletal dan protein primer terfosforilasi, meskipun jenis protein
sitoskletal lainnya dapat juga terjadi. Kekusutan serabut neuron tersebut tidak
khas
ditemukan
pada penyakit Alzheimer, fenomena tersebut juga ditemukan pada sindrom Down,
demensia
pugilistika (punch-drunk syndrome) kompleks Parkinson-demensia Guam,
penyakit
Hallervon-Spatz,
dan otak yang normal pada seseorang dengan usia lanjut. Kekusutan serabut
neuron
biasanya ditemukan di daerah korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus
sereleus Plak senilis (disebut juga plak amiloid), lebih kuat mendukung untuk
diagnosis penyakit Alzheimer meskipun plak senilis tersebut juga ditemukan pada
sindrom Down dan dalam beberapa kasus ditemukan pada proses penuaan yang
normal.
Neurotransmiter
Neurotransmiter
yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia Alzheimer adalah
asetilkolin
dan norepinefrin. Keduanya dihipotesis menjadi hipoaktif pada penyakit
Alzheimer. Beberapa penelitian melaporkan pada penyakit Alzheimer ditemukannya
suatu degenerasi spesifik pada neuron kolinergik pada nukleus basalis meynert.
Data lain yang mendukung adanya defisit kolinergik pada Alzheimer adalah
ditemukan konsentrasi asetilkolin dan asetilkolintransferase menurun.
Penyebab
potensial lainnya
Teori
kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan penyakit Alzheimer.
Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolisme fosfolipid
membran menyebabkan membran yang kurang cairan yaitu, lebih kaku dibandingkan
dengan membran
yang
normal. Penelitian melalui spektroskopik resonansi molekular (Molecular Resonance
Spectroscopic; MRS)
mendapatkan kadar alumunium yang tinggi dalam beberapa otak pasien
dengan
penyakit Alzheimer.
Familial
Multipel System Taupathy dengan presenile demensia
Baru-baru
ini ditemukan demensia tipe baru, yaitu Familial Multipel System Taupathy,
biasanya ditemukan bersamaan dengan kelainan otak yang lain ditemukan pada
orang dengan
penyakit
Alzheimer. Gen bawaan yang menjadi pencetus adalah kromosom 17. Gejala penyakit
berupa gangguan pada memori jangka pendek dan kesulitan mempertahankan
keseimbangan dan pada saat berjalan. Onset penyakit ini biasanya sekitar 40 –
50 detik, dan orang dengan penyakit ini hidup rata-rata 11 tahun setelah
terjadinya gejala.Seorang pasien dengan penyakit Alzheimer memiliki protein
pada sel neuron dan glial seperti pada Familial Multipel System Taupathy dimana
protein ini membunuh sel-sel otak. Kelainan ini tidak berhubungan dengan plaq
senile pada pasien dengan penyakit Alzheimer.
Demensia
vaskuler
Penyebabnya
adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang menimbulkan gejala
berpola
demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat hipertensi
dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh
darah serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan
menghasilkan lesi parenkhim multipel yang menyebar luas pada otak (gambar 2.2).
Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh plaq arteriosklerotik atau
tromboemboli dari tempat lain( misalnya katup jantung). Pada pemeriksaan akan
ditemukan bruit karotis, hasil funduskopi yang tidak normal atau pembesaran jantung
Penyakit
Binswanger
Dikenal
juga sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal, ditandai dengan ditemukannya
infark-infark kecil pada subtansia alba yang juga mengenai daerah korteks
serebri dan kuat seperti resonansi magnetik (Magnetic Resonance Imaging;
MRI) membuat penemuan
kasus ini
menjadi lebih sering.
Penyakit
Pick
Penyakit
Pick ditandai atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah tersebut
mengalami kehilangan neuronal, gliosis dan adanya badan Pick neuronal, yang merupakan
massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa spesimen postmortem
tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab dari penyakit Pick tidak
diketahui. Penyakit Pick berjumlah kira-kira 5% dari semua demensia
ireversibel. Penyakit ini paling sering pada laki-laki, khususnya yang memiliki
keluarga derajat pertama dengan penyakit ini. Penyakit Pick sukar dibedakan
dengan demensia Alzheimer. Walaupun stadium awal penyakit lebih sering ditandai
oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang
relatif bertahan. Gambaran sindrom Kluver-Bucy (contohnya: hiperseksualitas,
flaksiditas, hiperoralitas) lebih sering ditemukan pada penyakit Pick daripada
pada penyakit Alzheimer. yang paling luas pada lobus frontalis serta pada lobus
temporalis dan parietalis .
Penyakit
Jisim lewy (Lewy body diseases)
Penyakit
Jisim Lewy adalah suatudemensia yang secara klinis mirip dengan penyakit Alzheimer
dan sering ditandai oleh adanya halusinasi, gambaran Parkinsonisme, dan gejala
ekstrapiramidal.
Inklusi Jisim Lewy ditemukan di daerah korteks serebri. Insiden yang sesungguhnya
tidak diketahui. Pasien dengan penyakit Jisim Lewy ini menunjukkan efek yang menyimpang
(adverse effect) ketika diberi pengobatan dengan antipsikotik.
Penyakit
Huntington
Penyakit
Huntington secara klasik dikaitkan dengan perkembangan demensia. Demensia pada
penyakit ini terlihat sebagai demensia tipe subkortikal yang ditandai dengan abnormalitas motorik yang lebih menonjol dan gangguan
kemampuan berbahasa yang lebih ringan dibandingkan demensia tipe kortikal.
Demensia pada penyakit Huntington menunjukkan perlambatan psikomotor dan
kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan yang kompleks, akan tetapi memori,
bahasa, dan tilikan relatif utuh pada stadium awal dan pertengahan penyakit.
Dalam perkembangannya, demensia menjadi lengkap dan gambaran klinis yang
membedakannya dengan demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insiden depresi
dan psikosis, selain gangguan pergerakan berupa gambaran koreoatetoid klasik.
Penyakit
Parkinson
Sebagaimana
pada penyakit Huntington, Parkinsonisme merupakan penyakit pada ganglia
basalis
yang biasanya dikaitkan dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 hingga 30
persen pasien dengan penyakit Parkinson mengalami gangguan kemampuan kognitif.
Gerakan lambat pada pasien dengan penyakit Parkinson sejajar dengan perlambatan
berpikir pada beberapa mpasien, suatu gambaran yang sering disebut oleh para
klinis sebagai bradifrenia.2
E. GEJALA KLINIS
Ada dua tipe demensia yang paling banyak
ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan Vaskuler.
1.
Demensia
Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer
merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan
saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif
menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru
menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala
mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata
yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu
menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya
gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan
(curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran
atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu
makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas
3 stadium, yaitu :
Ø Stadium
I
Berlangsung
2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan
aktifitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau
lupa hal baru yang dialami.
Ø Stadium
II
Berlangsung
selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya, antara lain :
1. Disorientasi
2. Gangguan
bahasa (afasia)
3. Penderita
mudah bingung
Penurunan
fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan
sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan
suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan ada gangguan visuospasial,
menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat
prevalensinya 15-20%,”
Ø Stadium
III
Stadium
ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Gejala klinisnya antara
lain :
1. Penderita
menjadi vegetatif
2. Tidak
bergerak dan membisu
3. Daya
intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri
4. Tidak
bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
5. Kegiatan
sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain
6. Kematian
terjadi akibat infeksi atau trauma
2.
Demensia
Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe
Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak. “Dan setiap
penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia,”.
Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi
darah otak, sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler.
Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer.
Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos
emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.
Hal yang
menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan kepribadian dan
tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas
sehari-hari.. Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan
usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak
memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia
pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal
dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka
atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi
hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada
usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat
yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang
semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia
kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya
sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua
mereka.
Gejala demensia berikutnya yang
muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan
lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh
munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat
ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi.
Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana
demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari
pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan
memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji
dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang
panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada
lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian
latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian
status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia
memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu
sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami
oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia
dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota
keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku
(Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di
antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas,
disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi,
apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E.
1998).
Secara umum tanda dan gejala
demensia adalah sbb:
a. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada
penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
b. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya:
lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada
c. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata
menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah
kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali
d. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis
berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil
yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita
demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
e. Adanya perubahan
perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.
F.
PERAN
KELUARGA
Keluarga memiliki peran yang sangat
penting dalam perawatan lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup
bersama dengan penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan
khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia
penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat
catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu
dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus
membantu semua kebutuhan harian Lansia, sehingga Lansia cenderung diam dan
bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam
membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya
secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin
sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang
dialami Lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia
memang penuh dengan dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita
mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa
kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk
mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang
menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak
mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk
melawan gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota
keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri sendiri beristirahat dan
bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat
dialami oleh anggota keluarga yang merawat Lansia dengan demensia.
Tingkah Laku Lansia
Pada suatu waktu Lansia dengan
demensia dapat terbangun dari tidur malamnya dan panik karena tidak mengetahui
berada di mana, berteriak-teriak dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mangatasi
hal ini keluarga perlu membuat Lansia rileks dan aman. Yakinkan bahwa mereka
berada di tempat yang aman dan bersama dengan orang-orang yang menyayanginya.
Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam tangan Lansia, tunjukkan sikap
dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk menenangkan dan bantu
lansia untuk tidur kembali.
Lansia dengan demensia melakukan
sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat
saja membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Mereka dapat saja
menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja. Mereka juga merasa mampu
mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami kecelakaan. Memakai
pakaian yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan pakaian berlapis-lapis pada
suhu yang panas.
Seperti layaknya anak kecil
terkadang Lansia dengan demensia bertanya sesuatu yang sama berulang kali
walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan.
Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam sembarang
tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh Lansia,
memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela untuk menghindari Lansia
kabur adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang merawat Lansia dengan
demensia di rumahnya.
G.
PENCEGAHAN
DAN PERAWATAN DEMENSIA
Hal yang dapat kita lakukan untuk
menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya
ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
a. Mencegah
masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat
adiktif yang berlebihan.
b.
Membaca buku yang
merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
c.
Melakukan kegiatan yang
dapat membuat mental kita sehat dan aktif.
d.
Kegiatan rohani &
memperdalam ilmu agama.
e.
Tetap berinteraksi
dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan minat atau
hobi.
f.
Mengurangi stress dalam
pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat
membuat otak kita tetap sehat.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA
- PENGKAJIAN
Mengkaji pasien lansia dengan demensia
Untuk mengkaji pasien lansia dengan demensia, saudara dapat menggunakan tehnik
mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan
keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data
objective demensia. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda
seperti :
a.
Kurang konsentrasi
b. Kurang
kebersihan diri
c. Rentan
terhadap kecelakaan: jatuh
d. Tidak
mengenal waktu, tempat dan orang
e. Tremor
f.
Kurang kordinasi gerak
g. Aktiftas
terbatas
h. Sering
mengulang kata-kata.
Berikut ini adalah aspek psikososial
yang perlu dikaji oleh perawat : apakah lansia mengalami kebingungan,
kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar atau tidak sesuai. Bila data
tersebut saudara peroleh, data subjective didapatkan melalui wawancara.
- DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Berdasarkan tanda dan gejala yang
ditemukan pada saat pengkajian, maka ditetapkan diagnosa keperawatan :
a. Sindrom
Stress Relokasi
Berhubungan dengan perasaan tidak
berdaya, gangguan status kesehatan psikososial, tidak ada persiapan untuk masuk
rumah sakit, perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, kurangnya sistem
dukungan yang adekuat.
Ditandai dengan :
-
Kebingungan,
keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensif,
kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif
-
Tampak tanda stimulasi
saraf simpatis, gangguan gastrointestinal, dan perubahan kebiasaan makan
-
Gangguan tidur
Kriteria Hasil :
-
Mengidentifikasi
perubahan
-
Mampu beradaptasi pada
perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari-hari
-
Mempertahankan rasa
berharga pada diri dan identitas pribadi
yang positif.
-
Membuat pernyataan
positif tentang lingkungan yang baru
-
Memperlihatkan
penerimaan terhadap perubahan lingkungan dan penyesuaian kehidupan
-
Mampu menunjukkan rentang
perasaan yang sesuai/tidak cemas
-
Tidak menyimpan
pengalaman menyakitkan
- Menggunakan bantuan dari sumber yang tepat selama waktu pengaturan pada lingkungan baru.
- Menggunakan bantuan dari sumber yang tepat selama waktu pengaturan pada lingkungan baru.
Tindakan keperawatan
a. Perubahan
Proses Pikir
Berhubungan dengan : perubahan
fisiologis, kehilangan memori/ingatan, gangguan tidur, konflik psikologis,
gangguan penilaian.
Ditandai dengan :
-
Hilang konsentrasi
(distrakbilitas).
-
Hilang ingatan/memori.
-
Tidak mampu membuat
keputusan, menghitung, mengumpulkan gagasan, melakukan
abstraksi/konseptualisasi, dan memecahkan masalah.
-
Tidak mampu
menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
-
Disorientasi waktu,
tempat, orang, lingkungan, dan peristiwa.
-
Paranoid, delusi,
obsesi, halusinasi, konfabulasi, bingung/frustasi dan perubahan dalam respon
tingkah laku.
Kriteria hasil :
-
Mampu memperlihatkan
kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan
terhadap emosi dan pikiran tentang diri.
-
Mampu mengembangkan
strategi untuk mengatasi anggapan diri yang negatif.
-
Mampu mengenali
perubahan dalam berpikir atau tingkah laku dan faktor penyebab.
-
Mampu memperlihatkan
penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman dan kebingungan.
Tindakan keperawatan :
a. Perubahan
persepsi-sensori berhubungan dengan
·
Perubahan persepsi, transmisi dan/ atau
integrasi sensori (penyakit neurologi, tidak mampu berkomunikasi, gangguan
tidur, nyeri).
·
Stress psikologi ( penyempitan pandangan
perceptual disebabkan kecemasan).
·
Pembatasan lingkungan secara terapeutik
(isolasi, perawatan intensif, tirah baring).
· Pembatasan lingkungan social
(institusional, panti jompo), stigma (gangguan jiwa, keterbelakangan mental).
·
Gangguan kimiawi (endogen, eksogen).
Ditandai
dengan:
·
Perubahan kemampuan pemecahan masalah
·
Perubahan respons terhadap stimulasi
normal, seperti disorientasi spasial, bingung, perubahan perilaku, konsentrasi
menurun.
·
Respon emosional berlebihan, seperti
kecemasan, paranoid, apatis, gelisah, iritabilitas, depresi, takut, marah, dan
halusinasi.
·
Ketidakmampuan mengatakan letak bagian
tubuh tertentu.
·
Perubahan dalam sensasi rasa.
Kriteria
hasil:
·
Mengalami penurunan halusinasi
·
Mengembangkan strategi psikososial untuk
mengurangi stress atau mengatur perilaku
·
Mendemonstrasikan respon yang sesuai
stimulasi
·
Perawat mampu mengidentifikasikan factor
eksternal yang berperan terhadap perubahan kemampuan persepsi sensori.
Intervensi
1. Kembangkan
lingkungan yang suportif dan hubungan perawat –klien terapeutik
Rasional : meningkatkan
kenyamanan dan menurunkan kecemasan pada klien.
2. Bantu
klien untuk memahami halusinasi
Rasional
: meningkatkan koping dan menurunkan halusinasi
3. Beri
informasi tentang sifat halusinasi, hubungannya dengan stressor/ pengalaman
emosional yang traumatik, pengobatan, dan cara mengatasi.
Rasional
: untuk membantu klien dalam memahami halusinasi.
4. Kaji
derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi
klien termasuk penurunan penglihatan dan pendengaran.
Rasional : keterlibatan
otak memperlibatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan klien
kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh ( gangguan unilateral). Klien tidak
dapat mengenali rasa lapar/haus, penerimaan nyeri eksternal (dari luar).
5. Ajarkan
strategi untuk mengurangi stress
Rasional
: untuk menurunkan kebutuhan akan halusinasi.
6. Anjurkan
untuk menggunakan kaca mata atau alat bantu pendengaran sesuai keperluan.
Rasional : meningkatkan
masukan sensori, membatasi/menurunkan kesalahan interprestasi stimulasi.
7.
Berikan lingkungan yang tenang dan tidak
kacau jika diperlukan ( music yang lembut, gambar/dinding cat sederhana)
Rasional
: menghindarkan masukan sensori penglihatan atau pendengaran yang berlebihan
dengan mengutamakan kualitas yang tenang dan konsisten.
8.
Berikan sentuhan dan perhatian
Rasional
: meningkatkan persepsi terhadap diri sendiri.
9. Berikan
perhatian dalam indah secara berkala ( musik dan cerita peristiwa yang
menyenangkan, foto)
Rasional
: meningkatkan perasaan nyaman yang memudahkan adaptasi pada perubahan
lingkungan.
b. Resiko
terhadap cidera berhubungan dengan:
·
Kurangnya pendidikan tentang keamanan
·
Riwayat trauma terdahulu
·
Kurangnya penglihatan
·
Ketidakmampuan mengidentifikasi bahaya
dalam lingkungan
·
Disorientasi, bingung, ganguan dalam
pengambilan keputusan
· Kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot
tidak terkoordinasi, aktifitas kejang
Kriteria Hasil :
·
Meningkatkan tingkat aktifitas
· Dapat beradaptasi dengan lingkungan
umtuk mengurangi resiko cidera
·
Tidak mengalami trauma/cidera
· Keluarga mengenali potensial
dilingkungan dan mengidentifikaksi tahap-tahap untuk memperbaikinya
Intervensi
1.
Kaji derajat gangguan kemampuan, tingkah
laku impulsive dan penurunan presepsi visual. Bantu keluarga mengidentifikasi
resiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul.
Rasional
: mengidentifikasi resiko dilingkungan dan mempertinggi kesadaran perawat akan
bahaya. Klien dengan tingkah laku impulsive berisiko trauma karena kurang mampu
mengendalikan perilaku. Penurunan persepsi visual berisiko terjatuh.
2.
Hilangkan sumber bahaya lingkungan.
Rasional
: klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi adalah aweal terjadi trauma
akibat tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan dasar.
3.
Alihkan perhatian saat perilaku
teragitasi/berbahaya, seperti memanjat pagar tempat tidur.
Rasional
: mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang meningkatkan
resiko terjadinya trauma.
4.
Kaji efek samping obat, tanda keracunan
(tanda ekstra piramida, hipotensi ortostatik, gangguan penglihatan, gangguan
gastrointestinal).
Rasional
: klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat dapat menimbulkan kadar
toksisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat diperlukan untuk
mengurangi gangguan.
5.
Hindari penggunaan restrain terus
menerus. Berikan kesempatan keluarga tinggal bersama klien selama periode
agitasi akut.
Rasional :
membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan timbul resiko fraktur pada klien
lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium
DAFTAR
PUSTAKA
Nugroho,Wahjudi.
1999. Keperawatan Gerontik. Edisi2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Stanley,Mickey.
2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi2. Jakarta : EGC.
Kushariyadi.
2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba
Medika.
Roan
Witjaksana. Delirium dan Demensia. Diakses dari : http://www. idijakbar.com/prosiding/delirium.htm. 7
Oktober 2008. Sadock, Benjamin James;
Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and cognitive disorders.
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Direktorat
Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen
Kesehatan
RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. 49-67 Dementia. Diakses dari :
http://www.medicinenet.com/dementia/ article. htm. 7 Oktober 2008
Maslim R.Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa
rujukan ringkas dari PPDGJ III.2001, Jakarta; PT Nuh Jaya. 20- 26
MemorDisoders.
Diakses dari :http://www.gabehavioral.com/Memory%20Disorders.htm. 7 Oktober
2008
Information about dementia. Diakses
darihttp://www.umsl.edu/~homecare/dementia.htm. 7 Oktober 2008
Dementia.
Diakses darigeriatricsandaging.ca/fmi/xsl/article.xsl?
lay=Article Name=Dementia:%20Biological%20and%20Clinical%20Advances-
Part%20I&-find. 7 Oktober 2008
Smith,
David S. Field Guide to Bedside Diagnosis, 2nd Edition. 2007 Lippincott
Williams & Wilkins
Poker Room Review: Best Online Poker Site in 2021
BalasHapusThe poker room is a well-rounded 있는 one, 토토 사이트 추천 offering a bet365 kor great range of poker tournaments, 룰렛 확률 an excellent range 넥스트바카라 of betting options and several