Keperawatan Gerontik
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI MENAHUN
( PPOM )
PADA LANSIA
Di Susun oleh :
1.
Dwi Wahyu Pangestu (
J210090113 )
2.
Joko Susanto (
J210090119 )
3.
Irfan Kurniawan (
J210090116 )
4.
Dian Karimawati (
J210090104 )
5.
Meli Nur Afifah (
J210090107 )
6.
Windasari Kusumaningrum (
J210090112 )
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
JURUSAN S1
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
A. Pengertian
Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM) adalah
kelainan dengan klasifikasi yang luas, termasuk bronkitis kronis,
bronkiektasis, emfisema, dan asma. Ini merupakan kondisi yang terdapat pulih
yang berkaitan dengan dispnea pada aktivitas fisik dan mengurangi aliran udara
(Baughman, 2000 : 444).
Penyakit paru obstruksi menahun
(PPOM) adalah kondisi kronis yang berhubungan dengan riwayat emfisema, asma,
bronkiektasis, merokok sigaret, atau terpajan pada polusi udara, terdapat
sumbatan jalan nafas yang secara progresif meningkat (Tucker, 1998 : 237).
Penyakit paru obtruksi menahun
(PPOM) adalah aliran udara mengalami obstruksi yang kronis dan pasien mengalami
kesulitan dalam pernafasan. PPOM sesungguhnya merupakan kategori penyakit
paru-paru yang utama dan bronkitis kronis, dimana keduanya menyebabkan
perubahan pola pernafasan (Reeves,
2001 : 41).
B. Etiologi
Faktor-faktor
resiko penting yang menyebabkan PPOM
1. Perokok
kretek
2. Polusi
udara
3. Pemajanan
di tempat kerja (batu bara, kapas, padi-padian)
Prosesnya
dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20 sampai 30 tahun (Smeltzer, 2002 :
756).
Faktor
penyebab lain menurut (Doenges, 1999 : 152) alergen, masalah emosi, cuaca
dingin, latihan, obat, kimia, dan infeksi.
C. Manifestasi Klinik
1.
) Batuk
2. Sputum atau mukoid, jika ada
infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.
3. Sesak, sampai menggunakan
otot-otot pernafasan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas (Mansjoer,
2000 : 480
Manifestasi
klinis dari PPOM adalah malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang
manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak pada pagi
hari. Napas pendek sedang berkembang menjadi napas pendek akut. Batuk yang
produktif dahak memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak
yang semakin banyak. Pasien sering mengalami infeksi pernapasan dan kehilangan
berat badan menurun atau cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut
tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga. Pasien
mudah lelah, mudah mengalami penurunan berat badan sebagai akibat dari nafsu
makan yang menurun. Penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan,
penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel
dalam sistem gastrointestinal (Reeves, 2001 : 44).
D. Patofisiologi
Pada
bronkhitis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas,
penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan
sesak. Pada bronkhitis kronik, saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang
dari 2 mm menjadi lebih sempit berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan
ini terjadi karena metaplasia sel gobles. Saluran napas besar juga menyempit
karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan
saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (Mansjoer,
2000 : 480).
Obstruksi
jalan nafas yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam tergantung pada
penyakit. Pada bronkitis kronis dan bronkiolitis penumpukan lendir dan sekresi
yang sangat banyak menyumbat jalan nafas. Pada emfisema, obstruksi pada
pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli
yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara yang mengalir ke dalam paru-paru
(Smeltzer, 2002 : 594).
F.
Pengkajian
Dasar
Menurut Doenges (2000 : 152-155) pengkajian dasar
PPOM antara lain
1. Aktivitas
/ istirahat
Gejala : a. Keletihan,
kelelahan, malaise
b. Ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.
c. Ketidakmampuan
untuk tidur, perlu tidur dalam posisi tubuh tinggi.
d. Dispnea
pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda : a. Keletihan
b. Gelisah, insomnia
c. Kelelahan umum atau kehilangan massa otot
2. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : a. Peningkatan
tekanan darah
b. Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia
berat, disritmia
c. Distensi vena leher
d. Edema tidak berhubungan dengan penyakit
jantung
e. Bunyi jantung redup
3. Integritas
ego
Gejala : a. Peningkatan
faktor resiko
b. Perubahan
pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang
4. Makanan
dan cairan
Gejala : a. Mual
atau muntah
b. Anoreksia
c. Penurunan
berat badan
Tanda : a. Turgor
kulit buruk
b. Edema
c. Berkeringat
d. Penurunan massa otot
5. Higiene
Gejala : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan
melakukan aktivitas
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernapasan
Gejala : a. Napas
pendek, rasa dada tertekan
b. Batuk
menetap dengan produksi sputum setiap hari
c. Riwayat
pneumonia berulang
d. Faktor
keluarga dan keturunan
e. Penggunaan
oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda : a. Pernafasan
cepat atau lambat, ekspirasi memanjang dengan mendengkur
b. Adanya
penggunaan otot bantu pernapasan
c. Bunyi
nafas redup dengan ekspirasi mengi
d. Perkusi hipersonan
e. Kesulitan bicara
f. Warna pucat dan sianosis bibir dan dasar kuku
g. Terdapat
jari tabuh (clupping finger)
7. Keamanan
Gejala : a. Riwayat
reaksi alergi, sensitif terhadap faktor lingkungan
b. Adanya
atau berulangnya infeksi
Tanda : Kemerahan atau berkeringat
8. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
9. Interaksi
sosial
Gejala : a. Hubungan
ketergantungan
b. Kurang
sistem pendukung
c. Kegagalan
dukungan orang terdekat
d. Penyakit
lama
Tanda : a. Keterbatasan
mobilitas fisik
b. Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga
lain
10. Penyuluhan
atau pembelajaran
Gejala : a. Penyalahgunaan
obat pernafasan
b. Kesulitan
menghentikan rokok
c. Penggunaan
alkohol secara teratur
Menurut Engram (1999 : 32-33) pengkajian
dasar PPOM antara lain :
1. Riwayat
atau adanya faktor-faktor penunjang :
a.
Merokok produk tembakau (faktor-faktor
penyebab utama).
b. Tinggal atau bekerja di area
dengan polusi udara berat.
c.
Riwayat alergi pada keluarga.
d.
Riwayat asma pada masa anak-anak.
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor yang dapat
mencetuskan eksaserbasi, seperti alergen (serbuk, debu, kulit, serbuk sari,
jamur), stres emosional, aktivitas fisik berlebihan, polusi udara, infeksi
saluran napas, kegagalan program pengobatan yang dianjurkan.
3. Pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajian
sistem pernapasan yang meliputi :
a. Manisfestasi klasik dari PPOM :
1)
Peningkatan dypsnea (paling sering
ditemukan)
2) Penggunaan otot-otot asesori
pernapasan (retraksi otot-otot abdominal, mengangkat bahu saat inspirasi, napas
cuping hidung)
3)
Penurunan bunyi napas
4)
Takipnea
5)
Ortopnea
b. Gejala-gejala menetap pada proses penyakit
dasar
1) Asma
a)Batuk (mungkin
produktif atau nonproduktif), dan perasaan dada seperti terikat.
b) Mengi saat inspirasi
dan ekspirasi, yang sering terdengar tanpa stetoskop.
c)Pernapasan cuping
hidung.
d)
Ketakutan dan diaforesis
2) Bronkitis
a)Batuk produktif dengan
sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya terjadi pada pagi hari dan
sering diabaikan oleh perokok (disebut batuk perokok).
b)
Inspirasi ronki kasar (crakcles) dan
mengi.
c)Sesak napas
3) Bronkitis (tahap lanjut)
a)Penampilan sianosis (karena
polisitemia yang terjadi sebagai akibat dari hipoksemia kronis).
b) Pembengkakan umum atau
penampilan “puffy” (disebabkan oleh edem asistemik yang terjadi sebagai akibat
dari kor pulmonal); secara klinis, pasien ini umumnya disebut “blue bloaters”.
4) Emfisema
a)Penampilan fisik kurus
dengan dada “barrel chest” (diameter toraks anterior-posterior meningkat
sebagai akibat hiperinflasi paru-paru).
b)
Fase ekspirasi memanjang.
5) Emfisema (tahap lanjut)
a) Hipoksemia dan hiperkapnia tetapi tak ada sianosis : pasien ini sering
digambarkan secara klinis sebagai “pink puffers”
b) Jari-jari tubuh
4. Kaji
berat badan dan rata-rata masukan cairan dan diet harian.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar
X dada
Hiperinflasi
paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal,
penurunan tanda vaskularisasi (emfisema), peningkatan tanda bronkovaskular
(bronkitis).
2. Tes
fungsi paru
Untuk
menentukan penyebab dipsnea, menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi
atau restruksi, dan untuk mengevaluasi efek terapi.
3. Kapasitas
inspirasi : menurun pada emfisema
4. Volume
residu : meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
5. AGD
PaO2
menurun, PaCO2 normal atau meningkat (bronkitis kronis dan
emfisema), dan menurun pada asma, pH normal atau asidosis, alkalosis
respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi.
6. Bronkogram
Menunjukkan
dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps bronkial pada ekspirasi kuat
(emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkhitis.
7. Kimia
darah : meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer.
8. Sputum
: menentukan adanya infeksi, patogen, gangguan alergi.
9. EKG
: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat), disritmia atrial
(bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis,
emifisema), aksis vertikal QRS (emfisema)
10. JDL
(jumlah darah lengkap) dan diferensial
Hemoglobin
meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma) (Doenges, 2000 : 155).
H. Komplikasi
Komplikasi
dari PPOM menurut Tucker (1998 : 238) adalah
1.
Disritmia
2.
Gagal pernafasan akut
3.
Gagal jantung
4.
Kor pulmoner
5.
Edema perifer
6.
Hepatomegali
7.
Sianosis
8.
Distensi vena leher
9.
Murmur regurgitasi
10. Polisitemia
11. Peptik dan refluks esofagus
Komplikasi dari PPOM menurut
Mansjoer (2000 : 481) infeksi yang berulang, pneumothoraks spontan,
eritrositosis karena keadaan hipoksia kronis, gagal nafas, dan cor pulmonal.
Komplikasi dari PPOM menurut
Smeltzer (2002 : 596)
1.
Gagal atau insufisiensi pernapasan
2.
Atelektasis
3.
Pneumonia
4.
Pneumothoraks
5.
Hipertensi paru
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis menurut Tucker (1998 :
238)
a.
Terapi oksigen
b. Berikan nafas buatan atau
ventilasi mekanik sesuai kebutuhan
c.
Fisioterapi dada
d.
Pengkajian seri GDA
e.
Obat-obatan
f.
Bronkodilator
g.
Antibiotik
h.
Kortikosteroid
i.
Diuretik
j.
Vaksinasi influensa
k.
Kardiotonik
2. Penatalaksanaan keperawatan
Tindakan keperawatan menurut Doenges (2000 : 156-163), tindakan
keperawatan yang penting pada pasien PPOM adalah fisioterapi dada, batuk
efektif, latihan nafas dalam, memberikan posisi semi fowler, cegah terjadinya
polusi lingkungan, kaji tingkat ketergantungan pasien, mendiskusikan efek
bahaya merokok dan menganjurkan pasien untuk menghindari rokok, tingkatkan
masukan cairan sampai 3000 ml/hari, diskusikan kebutuhan masukan nutrisi
adekuat.
J. Fokus Intervensi
Menurut
Donges (2000 : 156) fokus intervensi PPOM antara lain :
1. Inefektif
bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi
sekret, sekresi tertahan tebal, sekresi kental, penurunan energi atau
kelemahan.
Tujuan
yang ditetapkan adalah mempertahankan potensi jalan nafas dengan kriteria hasil
:
a. Mempertahankan jalan nafas
paten dengan bunyi nafas bersih dan jelas.
b. Menunjukkan perilaku untuk
memperbaiki bersihan jalan nafas, misal : batuk efektif dan mengeluarkan
sekret.
Intervensi
yang dilakukan untuk mengatasi inefektif bersihan jalan nafas adalah :
a.
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya
bunyi nafas.
b.
Pantau frekuensi pernafasan.
c.
Catat adanya derajat dypsnea.
d. Kaji pasien untuk posisi
yang nyaman.
e.
Pertahankan polusi lingkungan minimum.
f.
Bantu latihan nafas abdomen.
g. Tingkatkan masukan cairan
sampai 3000 ml/hari.
2. Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan
nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
Tujuan yang ditetapkan adalah mempermudah
pertukaran gas dengan kriteria hasil :
a. Pasien akan menunjukkan
perbaikan ventilasi dengan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal dan bebas gejala distres pernafasan.
b.
Pasien akan berpartisipasi dalam program
pengobatan dalam tingkat kemampuan atau situasi.
Intervensi yang dilakukan
untuk mengatasi kerusakan pertukaran gas adalah :
a.
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan,
catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidakmampuan bicara atau
berbincang.
b.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu
pasien memilih posisi yang mudah untuk bernafas dan latihan nafas dalam.
c.
Kaji kulit dan warna membran mukosa.
d.
Dorong pengeluaran sputum.
e.
Auskultasi bunyi nafas, catat area
penurunan aliran udara dan bunyi tambahan.
f.
Awasi tingkat kesadaran atau status
mental.
g.
Awasi tanda vital dan irama jantung.
h.
Berikan O2 tambahan sesuai
indikasi hasil GDA dan intoleransi pasien.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan dypsnea, kelemahan efek samping obat, produksi sputum,
anoreksia, mual atau muntah.
Tujuan yang ditetapkan adalah
meningkatkan masukan nutrisi dengan kriteria hasil :
a. Pasien akan menunjukkan
peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
b. Pasien akan menunjukkan
perilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan
berat yang tepat.
Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi
perubahan nutrisi adalah
a. Kaji kebiasaan diit, masukan
makanan saat ini.
b.
Auskultasi bunyi usus.
c.
Berikan perawatan oral, buang sekret.
d.
Dorongan periode istirahat selama 1 jam,
sebelum dan sesudah makan.
e. Hindari makanan penghasil
gas dan minuman karbonat.
f.
Hindari makanan yang sangat panas atau
sangat dingin.
g. Timbang berat badan sesuai
indikasi.
h.
Kaji pemeriksaan laboratorium.
i.
Konsul dengan ahli gizi.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret)
Tujuan yang diterapkan tidak ada tanda dan gejala
infeksi dengan kriteria hasil :
a.
Menyatakan pemahaman penyebab atau faktor
resiko individu.
b.
Mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah atau menurunkan resiko individu.
c.
Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup
untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi yang dilakukan
untuk mengatasi infeksi adalah :
a.
Kaji suhu tubuh pasien
b.
Kaji pentingnya nafas dalam, batuk
efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat.
c. Kaji warna, karakter, bau
sputum.
d. Ajarkan cuci tangan yang
benar.
e.
Awasi pengunjung.
f.
Dorong keseimbangan antara aktivitas dan
istirahat.
g. Diskusikan kebutuhan masukan
nutrisi adekuat.
5. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi atau tidak mengenal sumber
informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat atau keterbatasan
kognitif.
Tujuan yang ditetapkan adalah meningkatkan
tingkat pengetahuan dengan kriteria hasil :
a. Menyatakan pemahaman kondisi
atau proses penyakit dan tindakan.
b.
Mengidentifikasi hubungan tanda dan
gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab.
c. Melakukan perubahan pola
hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi
yang dilakukan untuk mengatasi masalah kurang pengetahuan adalah :
a.
Jelaskan proses penyakit individu.
b.
Diskusikan obat pernafasan, efek samping,
dan reaksi yang tak diinginkan.
c. Anjurkan menghindari agen
sedatif anti anestesi.
d. Tekankan pentingnya
perawatan oral atau kebersihan gigi.
e. Diskusikan pentingnya
menghindari orang yang sedang infeksi pernafasan akut.
f.
Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan
menghentikan rokok pada pasien dan atau orang terdekat.
g.
Berikan reinforcement tentang pembatasan
aktivitas.
DAFTAR
PUSTAKA
Alsagaff Hood, Mukty, H.A., 2006, Dasar-dasar
Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya.
Asih. N.L.G.Y., Effendy, C., 2004, Keperawatan
Medikal Bedah : Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan, Editor Monika
Ester, EGC, Jakarta.
Baughman, Diane, C., 2000, Keperawatan
Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 1998, Diagnosa
Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik, (terjemahan), Alih Bahasa : PSIK,
Universitas Padjajaran, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 1999, Rencana
Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif,
Alih Bahasa : PSIK, Universitas Padjajaran, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa
Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik, (terjemahan), Alih Bahasa : PSIK,
Universitas Padjajaran, EGC, Jakarta.
Danusanto, H., 2000, Ilmu
Penyakit Paru, Hipokrates, Jakarta.
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, (terjemahan), Alih
Bahasa : I Made Krisiana dan Ni Made Sumarwati, Ed. 3, EGC, Jakarta.
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, (terjemahan), Alih
Bahasa : I Made Krisna dan Ni Made Sumarwati, Ed. 3, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah, (terjemahan), Alih Bahasa : Suharyati Samba,
Vol. 1, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1999, Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, (terjemahan), Alih Bahasa : Suharyadi
Samba, EGC, Jakarta.
Kee, J.L., 2008, Buku Saku Pemeriksaan
Laboratorium dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan, (terjemahan), Ed.
2, EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif, M., 2000, Kapita
Selekta Kedokteran, Editor Mansjoer Arif, Media Aesculapius, Jakarta.
Dengan rasa bangga saya bisa menemukan studi kasus anda di google hari ini...dan jelas kasus ini sangat unic dan menarik dx lansia b/d ppom Obstruktif menahun dan sangar terlihat jelas pada pathway ostuktif hipersexresi mucus resisten peningkatan jalan napas kh bersihan jalan tidak efektif....goodluck for u in ur study kasus ini very very thanks u...for..rest high respiratorys diafragma geronts obstructions for to every yeard every times....2022...
BalasHapus