Jumat, 29 Juni 2012

PPOM


 
Keperawatan Gerontik
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI MENAHUN
( PPOM )
PADA LANSIA











Di Susun oleh : 
 1.      Dwi Wahyu Pangestu                          ( J210090113 )
2.      Joko Susanto                                      ( J210090119 )
3.      Irfan Kurniawan                                 ( J210090116 )
4.      Dian Karimawati                                ( J210090104 )
5.      Meli Nur Afifah                                 ( J210090107 )
6.      Windasari Kusumaningrum                 ( J210090112 )


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
JURUSAN S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA






A.  Pengertian
                 Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM) adalah kelainan dengan klasifikasi yang luas, termasuk bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Ini merupakan kondisi yang terdapat pulih yang berkaitan dengan dispnea pada aktivitas fisik dan mengurangi aliran udara (Baughman, 2000 : 444).
                 Penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) adalah kondisi kronis yang berhubungan dengan riwayat emfisema, asma, bronkiektasis, merokok sigaret, atau terpajan pada polusi udara, terdapat sumbatan jalan nafas yang secara progresif meningkat (Tucker, 1998 : 237).
                 Penyakit paru obtruksi menahun (PPOM) adalah aliran udara mengalami obstruksi yang kronis dan pasien mengalami kesulitan dalam pernafasan. PPOM sesungguhnya merupakan kategori penyakit paru-paru yang utama dan bronkitis kronis, dimana keduanya menyebabkan perubahan pola pernafasan (Reeves,    2001 : 41).

B.  Etiologi
                 Faktor-faktor resiko penting yang menyebabkan PPOM
1.   Perokok kretek
2.   Polusi udara
3.   Pemajanan di tempat kerja (batu bara, kapas, padi-padian)
      Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20 sampai 30 tahun (Smeltzer, 2002 : 756).
                 Faktor penyebab lain menurut (Doenges, 1999 : 152) alergen, masalah emosi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia, dan infeksi.
    
C.  Manifestasi Klinik
1.      ) Batuk
2.      Sputum atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.
3.      Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas (Mansjoer, 2000 : 480
                 Manifestasi klinis dari PPOM adalah malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak pada pagi hari. Napas pendek sedang berkembang menjadi napas pendek akut. Batuk yang produktif dahak memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak. Pasien sering mengalami infeksi pernapasan dan kehilangan berat badan menurun atau cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga. Pasien mudah lelah, mudah mengalami penurunan berat badan sebagai akibat dari nafsu makan yang menurun. Penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan, penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem gastrointestinal (Reeves, 2001 : 44).

D.  Patofisiologi
                 Pada bronkhitis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas, penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada bronkhitis kronik, saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel gobles. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (Mansjoer, 2000 : 480).
                 Obstruksi jalan nafas yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam tergantung pada penyakit. Pada bronkitis kronis dan bronkiolitis penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak menyumbat jalan nafas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara yang mengalir ke dalam paru-paru (Smeltzer, 2002 :  594).

E.  Pathway dan Masalah Keperawatan
 






F.      Pengkajian Dasar
Menurut Doenges (2000 : 152-155) pengkajian dasar PPOM antara lain
1.   Aktivitas / istirahat
Gejala   :  a.  Keletihan, kelelahan, malaise
b.  Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.
c.  Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi tubuh tinggi.
d.  Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda   :  a.  Keletihan
               b.  Gelisah, insomnia
               c.  Kelelahan umum atau kehilangan massa otot 
2.   Sirkulasi
Gejala   :  Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda   :  a.  Peningkatan tekanan darah
               b.  Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat, disritmia
               c.  Distensi vena leher
               d.  Edema tidak berhubungan dengan penyakit jantung
               e.  Bunyi jantung redup
3.   Integritas ego
Gejala   :  a.  Peningkatan faktor resiko
b.  Perubahan pola hidup
Tanda   :  Ansietas, ketakutan, peka rangsang


4.   Makanan dan cairan
Gejala   :  a.  Mual atau muntah
b.  Anoreksia
c.  Penurunan berat badan
Tanda   :  a.  Turgor kulit buruk
               b.  Edema
               c.  Berkeringat
               d.  Penurunan massa otot
5.   Higiene
Gejala   :  Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan melakukan aktivitas
Tanda   :  Kebersihan buruk, bau badan.
6.   Pernapasan
Gejala   :  a.  Napas pendek, rasa dada tertekan
b.  Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari
c.  Riwayat pneumonia berulang
d.  Faktor keluarga dan keturunan
e.  Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda   :  a.  Pernafasan cepat atau lambat, ekspirasi memanjang dengan mendengkur
               b.  Adanya penggunaan otot bantu pernapasan
               c.  Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi
               d.  Perkusi hipersonan
               e.  Kesulitan bicara
               f.   Warna pucat dan sianosis bibir dan dasar kuku
               g.  Terdapat jari tabuh (clupping finger
7.   Keamanan
Gejala   :  a.  Riwayat reaksi alergi, sensitif terhadap faktor lingkungan
b.  Adanya atau berulangnya infeksi
Tanda   :  Kemerahan atau berkeringat
8.   Seksualitas
Gejala   :  Penurunan libido
9.   Interaksi sosial
Gejala   :  a.  Hubungan ketergantungan
b.  Kurang sistem pendukung
c.  Kegagalan dukungan orang terdekat
d.  Penyakit lama
Tanda   :  a.  Keterbatasan mobilitas fisik
               b.  Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain
10. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala   :  a.  Penyalahgunaan obat pernafasan
b.  Kesulitan menghentikan rokok
c.  Penggunaan alkohol secara teratur 
Menurut Engram (1999 : 32-33) pengkajian dasar PPOM antara lain :
1.   Riwayat atau adanya faktor-faktor penunjang :
a.       Merokok produk tembakau (faktor-faktor penyebab utama).
b.      Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.
c.       Riwayat alergi pada keluarga.
d.      Riwayat asma pada masa anak-anak.
2.   Riwayat atau adanya faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi, seperti alergen (serbuk, debu, kulit, serbuk sari, jamur), stres emosional, aktivitas fisik berlebihan, polusi udara, infeksi saluran napas, kegagalan program pengobatan yang dianjurkan.
3.   Pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajian sistem pernapasan yang meliputi :
a.   Manisfestasi klasik dari PPOM :
1)      Peningkatan dypsnea (paling sering ditemukan)
2)      Penggunaan otot-otot asesori pernapasan (retraksi otot-otot abdominal, mengangkat bahu saat inspirasi, napas cuping hidung)
3)      Penurunan bunyi napas
4)      Takipnea
5)      Ortopnea

b.   Gejala-gejala menetap pada proses penyakit dasar
1)   Asma
a)Batuk (mungkin produktif atau nonproduktif), dan perasaan dada seperti terikat.
b)      Mengi saat inspirasi dan ekspirasi, yang sering terdengar tanpa stetoskop.
c)Pernapasan cuping hidung.
d)      Ketakutan dan diaforesis
2)   Bronkitis
a)Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya terjadi pada pagi hari dan sering diabaikan oleh perokok (disebut batuk perokok).
b)      Inspirasi ronki kasar (crakcles) dan mengi.
c)Sesak napas
3)   Bronkitis (tahap lanjut)
a)Penampilan sianosis (karena polisitemia yang terjadi sebagai akibat dari hipoksemia kronis).
b)      Pembengkakan umum atau penampilan “puffy” (disebabkan oleh edem asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor pulmonal); secara klinis, pasien ini umumnya disebut “blue bloaters”.
4)   Emfisema
a)Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter toraks anterior-posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi paru-paru).
b)      Fase ekspirasi memanjang.
5)   Emfisema (tahap lanjut)
a)      Hipoksemia dan hiperkapnia tetapi tak ada sianosis : pasien ini sering digambarkan secara klinis sebagai “pink puffers”
b)      Jari-jari tubuh
4.   Kaji berat badan dan rata-rata masukan cairan dan diet harian.


G.  Pemeriksaan Penunjang
1.   Sinar X dada
                  Hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi (emfisema), peningkatan tanda bronkovaskular (bronkitis).

2.   Tes fungsi paru
                  Untuk menentukan penyebab dipsnea, menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restruksi, dan untuk mengevaluasi efek terapi.
3.   Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema
4.   Volume residu : meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
5.   AGD
                  PaO2 menurun, PaCO2 normal atau meningkat (bronkitis kronis dan emfisema), dan menurun pada asma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi.
6.   Bronkogram
                  Menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkhitis.
7.   Kimia darah : meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer.
8.   Sputum : menentukan adanya infeksi, patogen, gangguan alergi.
9.   EKG : deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat), disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emifisema), aksis vertikal QRS (emfisema)
10. JDL (jumlah darah lengkap) dan diferensial
                  Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma) (Doenges, 2000 : 155).




H.  Komplikasi
                 Komplikasi dari PPOM menurut Tucker (1998 : 238) adalah
1.      Disritmia
2.      Gagal pernafasan akut
3.      Gagal jantung
4.      Kor pulmoner
5.      Edema perifer
6.      Hepatomegali
7.      Sianosis
8.      Distensi vena leher
9.      Murmur regurgitasi
10.  Polisitemia
11.  Peptik dan refluks esofagus
                 Komplikasi dari PPOM menurut Mansjoer (2000 : 481) infeksi yang berulang, pneumothoraks spontan, eritrositosis karena keadaan hipoksia kronis, gagal nafas, dan cor pulmonal.
                 Komplikasi dari PPOM menurut Smeltzer (2002 : 596)
1.      Gagal atau insufisiensi pernapasan
2.      Atelektasis
3.      Pneumonia
4.      Pneumothoraks
5.      Hipertensi paru


I.   Penatalaksanaan
1.   Penatalaksanaan medis menurut Tucker (1998 : 238)
a.       Terapi oksigen
b.      Berikan nafas buatan atau ventilasi mekanik sesuai kebutuhan
c.       Fisioterapi dada
d.      Pengkajian seri GDA
e.       Obat-obatan
f.        Bronkodilator
g.       Antibiotik
h.       Kortikosteroid
i.         Diuretik
j.        Vaksinasi influensa
k.      Kardiotonik 
2.   Penatalaksanaan keperawatan
                  Tindakan keperawatan menurut Doenges (2000 : 156-163), tindakan keperawatan yang penting pada pasien PPOM adalah fisioterapi dada, batuk efektif, latihan nafas dalam, memberikan posisi semi fowler, cegah terjadinya polusi lingkungan, kaji tingkat ketergantungan pasien, mendiskusikan efek bahaya merokok dan menganjurkan pasien untuk menghindari rokok, tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari, diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.

J.   Fokus Intervensi
                 Menurut Donges (2000 : 156) fokus intervensi PPOM antara lain :
1.   Inefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan tebal, sekresi kental, penurunan energi atau kelemahan.
                  Tujuan yang ditetapkan adalah mempertahankan potensi jalan nafas dengan kriteria hasil :
a.       Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih dan jelas.
b.      Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas, misal : batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
                  Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi inefektif bersihan jalan nafas adalah :
a.       Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas.
b.      Pantau frekuensi pernafasan.
c.       Catat adanya derajat dypsnea.
d.      Kaji pasien untuk posisi yang nyaman.
e.       Pertahankan polusi lingkungan minimum.
f.        Bantu latihan nafas abdomen.
g.       Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari. 
2.   Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
                  Tujuan yang ditetapkan adalah mempermudah pertukaran gas dengan kriteria hasil :
a.       Pasien akan menunjukkan perbaikan ventilasi dengan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.
b.      Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan atau situasi.
                  Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi kerusakan pertukaran gas adalah :
a.      Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidakmampuan bicara atau berbincang.
b.      Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernafas dan latihan nafas dalam.
c.      Kaji kulit dan warna membran mukosa.
d.      Dorong pengeluaran sputum.
e.      Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan bunyi tambahan.
f.        Awasi tingkat kesadaran atau status mental.
g.      Awasi tanda vital dan irama jantung.
h.      Berikan O2 tambahan sesuai indikasi hasil GDA dan intoleransi pasien.
3.   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dypsnea, kelemahan efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.
                  Tujuan yang ditetapkan adalah meningkatkan masukan nutrisi dengan kriteria hasil :
a.       Pasien akan menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
b.      Pasien akan menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat.
                  Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi perubahan nutrisi adalah
a.      Kaji kebiasaan diit, masukan makanan saat ini.
b.      Auskultasi bunyi usus.
c.      Berikan perawatan oral, buang sekret.
d.      Dorongan periode istirahat selama 1 jam, sebelum dan sesudah makan.
e.      Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
f.        Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin.
g.      Timbang berat badan sesuai indikasi.
h.      Kaji pemeriksaan laboratorium.
i.        Konsul dengan ahli gizi.
4.   Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret)
                  Tujuan yang diterapkan tidak ada tanda dan gejala infeksi dengan kriteria hasil :
a.       Menyatakan pemahaman penyebab atau faktor resiko individu.
b.      Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko individu.
c.       Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
                  Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi infeksi adalah :
a.       Kaji suhu tubuh pasien
b.      Kaji pentingnya nafas dalam, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat.
c.       Kaji warna, karakter, bau sputum.
d.      Ajarkan cuci tangan yang benar.
e.       Awasi pengunjung.
f.        Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
g.       Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
5.   Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi atau tidak mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat atau keterbatasan kognitif.  
                  Tujuan yang ditetapkan adalah meningkatkan tingkat pengetahuan dengan kriteria hasil :
a.       Menyatakan pemahaman kondisi atau proses penyakit dan tindakan.
b.      Mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab.
c.       Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
                  Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah kurang pengetahuan adalah :
a.       Jelaskan proses penyakit individu.
b.      Diskusikan obat pernafasan, efek samping, dan reaksi yang tak diinginkan.
c.       Anjurkan menghindari agen sedatif anti anestesi.
d.      Tekankan pentingnya perawatan oral atau kebersihan gigi.
e.       Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernafasan akut.
f.        Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan rokok pada pasien dan atau orang terdekat.
g.       Berikan reinforcement tentang pembatasan aktivitas.










DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff Hood, Mukty, H.A., 2006, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya.

Asih. N.L.G.Y., Effendy, C., 2004, Keperawatan Medikal Bedah : Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan, Editor Monika Ester, EGC, Jakarta.

Baughman, Diane, C., 2000, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 1998, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik, (terjemahan), Alih Bahasa : PSIK, Universitas Padjajaran, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, Alih Bahasa : PSIK, Universitas Padjajaran, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik, (terjemahan), Alih Bahasa : PSIK, Universitas Padjajaran, EGC, Jakarta.

Danusanto, H., 2000, Ilmu Penyakit Paru, Hipokrates, Jakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, (terjemahan), Alih Bahasa : I Made Krisiana dan Ni Made Sumarwati, Ed. 3, EGC, Jakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, (terjemahan), Alih Bahasa : I Made Krisna dan Ni Made Sumarwati, Ed. 3, EGC, Jakarta.

Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, (terjemahan), Alih Bahasa : Suharyati Samba, Vol. 1, EGC, Jakarta.

Engram, Barbara, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, (terjemahan), Alih Bahasa : Suharyadi Samba, EGC, Jakarta.

Kee, J.L., 2008, Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan, (terjemahan), Ed. 2, EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif, M., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Editor Mansjoer Arif, Media Aesculapius, Jakarta.

1 komentar:

  1. Dengan rasa bangga saya bisa menemukan studi kasus anda di google hari ini...dan jelas kasus ini sangat unic dan menarik dx lansia b/d ppom Obstruktif menahun dan sangar terlihat jelas pada pathway ostuktif hipersexresi mucus resisten peningkatan jalan napas kh bersihan jalan tidak efektif....goodluck for u in ur study kasus ini very very thanks u...for..rest high respiratorys diafragma geronts obstructions for to every yeard every times....2022...

    BalasHapus